Nasional | JATIMONLINE.NET,- Taman Safari Indonesia (TSI), destinasi wisata alam dan konservasi satwa yang sangat populer di Indonesia, kini tengah diterpa isu serius. Bukan sekadar soal satwa, namun perhatian publik kini mengarah pada bagaimana manusia—para pegawainya—diperlakukan di balik layar atraksi dan hiburan.

TSI didirikan oleh Soetjipto Soeryohadi dan kini dikelola oleh keturunannya. Keluarga ini telah lama dikenal dalam dunia konservasi hewan dan hiburan keluarga berbasis edukasi. Sayangnya, reputasi yang dibangun bertahun-tahun itu kini diuji oleh munculnya berbagai laporan dugaan pelanggaran hak pekerja.

Isu pertama yang mencuat adalah dugaan eksploitasi terhadap para karyawan. Mantan pegawai mengaku dipaksa bekerja dengan jam kerja sangat panjang, tanpa perlindungan kerja yang layak. “Kami kerja dari pagi sampai malam, tapi gaji tidak jelas, dan kalau sakit dianggap lemah,” ujar salah satu mantan staf bagian kebersihan satwa.

Yang lebih mengejutkan, terdapat laporan mengenai dugaan penyiksaan terhadap pegawai sirkus. Sejumlah sumber mengungkap bahwa pegawai yang tampil dalam pertunjukan seringkali dipaksa bekerja dalam kondisi tidak manusiawi. Beberapa bahkan diduga mengalami intimidasi dan ancaman jika menolak tampil atau mengeluh kelelahan. “Kalau tidak tampil sesuai jadwal, kami diancam tidak diberi makan dan tidak dibayar,” ungkap seorang mantan anggota tim hiburan.

Kabar ini membuat publik geram, terutama karena atraksi sirkus selama ini menjadi bagian dari tontonan utama yang disukai anak-anak. Netizen mempertanyakan bagaimana taman dengan visi edukatif dan perlindungan satwa bisa mengabaikan kesejahteraan manusianya sendiri. Tagar #JusticeForCircusStaff mulai ramai di Twitter dan TikTok.

Pihak manajemen TSI hingga kini belum memberikan tanggapan resmi. Beberapa laporan menyebut bahwa mereka sedang melakukan investigasi internal, namun belum ada kepastian mengenai langkah konkret yang akan diambil. “Kami mendesak audit independen dan perlindungan bagi korban,” tegas seorang perwakilan organisasi buruh.

Kementerian Ketenagakerjaan pun mulai diminta turun tangan, karena kasus ini dinilai telah mencoreng dunia pariwisata dan konservasi Indonesia. Jika terbukti, pelanggaran ini bukan hanya mencoreng reputasi TSI, tapi juga membuka diskusi besar soal perlakuan terhadap pekerja di sektor wisata hiburan di seluruh Indonesia. (man/nis).