Prof. Mas’ud Said, Ketua ISNU Jatim (nomor dua dari kiri), Gus Mujid Syadzili, Wakil Sekretaris PWNU Jatim (baju batik), Ali Maskur Musa, Ketua PP ISNU Pusat, dan Pengurus Wilayah NU Kalimantan Utara di acara Munas dan Kombes NU

Jakarta | JATIMONLINE.NET,- Isu radikalisme beragama menjadi concern Nahdlotul Ulama. Dalam beberapa kesempatan, Ketua PBNU KH. Said Agil Siroj menyampaikan betapa pentingnya radikalisme beragama itu untuk ditangkal agar beragama itu terasa toleran dan damai.

Dalam kesempatan Munas dan Kombes Nahdlotul Ulama menyongsong Muktamar NU ke 34, yang berlangsung di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta, 25 – 26 September 2021 isu radikalisme juga tidak luput dari agenda pembahasan.

Dalam Sesi Materi Penguatan Ideologi Aswaja 1 dalam Munas dan Kombes NU itu, Prof. Mas’ud Said, Ketua Pengurus ISNU (Ikatan Sarjana NU Jawa Timur) mengusulkan kepada PBNU untuk memperkuat ajaran Ahlusunnah masuk diranah publik termasuk di wilayah lembaga kenegaraan dan pemerintahan pusat maupun daerah, termasuk di instansi instansi strategis lainnya.

Hal tersebut disampaikan dalam forum Rapat Komisi Program Kerja Munas Alim Ulama dan Kombes NU di Jakarta, yang dibuka oleh Wakil Presiden Republik Indonesia, Sabtu 25 November 2021. Munas dan Kombes NU tersebut diikuti Pengurus Besar NU, Pengurus Wilayah NU, Pimpinan Banom dan Lembaga Underbow serta alim ulama dan cendikiawan kampus termasuk Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama.

Prof. Said Agil Siroj, Ketua Umum PBNU

Prof. Mas’ud Said, tokoh yang juga menyumbangkan pemikiran Peta Jalan NU Menuju Abad kedua itu juga mengingatkan agar proliferasi atau pengembangan ideologi aswaja yang dianggap sebagai salah satu penangkal radikalisme serta pemahaman islam yang lebih damai dan sejuk itu ditopang dengan kodifikasi ajaran melalui penulisan dikalangan umum serta sebagai bahan pendidikan keagamaan di masyarakat.

“Jadi pada saat usia NU sudah memasuki abad kedua ini, Aswaja NU yang mengajarkan Islam yang Wasathiyah dan ahlak keberagamaan yang pas dalam konteks beragama dan berpemerintahan, sudah harus bisa menjadi bagian kurikulum pendidikan kenegaraan dan keagamaan dengan modernisasi lembaga-lembaga pendidikannya,” katanya dalam forum yang juga dihadiri beberapa peserta dari Sulawesi Selatan, Kaltara dan Pengurus Wilayah di luar Jawa.

Prof. Mas’ud, cendekiawan profesional yang juga menjadi Dewan Pakar PP ISNU ini juga menekankan pentingnya aplikasi mindset atau cara berfikir Aswaja. Bagi pengurus dan aktifis NU di jajaran publikasi pemerintahan, warga NU di kalangan pebisnis – korporasi, kader NU di jajaran pimpinan perdagangan dan industri serta cendikiawan di kampus – kampus cara bersikap dan berprilakunya harus me-refer kesadaran aswaja, sesuai dengan kaidah yang diajarkan oleh ulama Nahdlatul Ulama.

“Kedepan, PBNU bersama ulama dan cendikiawannya harus bisa memimpin dan menguasai mainstream ideologi kenegaraan dan cara keberagamaan yang wasathiyah (ditengah atau moderat) membawa keramahan hubungan antar pemeluk agama yang kuat dikancah intermasional, terutama pada saat dunia sudah hampir kehilangan keadilan karena ideologi hubungan antar negara dan corak keagamaannya cenderung menimbulkan pertikaian antar pemeluk agamanya,” pungkasnya. (mnr).