Pasuruan,- Pemanfaatan limbah kotoran ternak untuk jadi biogas tidak hanya bermanfaat mengurangi biaya rumah tangga dari sisi kebutuhan energi sebesar Rp 400 ribu per bulan per keluarga. Tetapi juga bisa menyelamatkan lingkungan dari bahaya berkurangnya sumber air dan bahasa berkurangnya lapisan ozon jika kotoran ternak dengan jumlah besar itu terus dibakar.

Demikian disampaikan oleh Harianto, SE, penasehat Koperasi Susu Setia Kawan Nongko Jajar Pasuruan. Berkat kerja keras Harianto mengkampanyekan pentingnya menyelamatkan lingkungan dengan mengelola limbah ternak menjadi biogas, akhirnya masyarakat Nongko jajar Pasuruan, utamanya anggota Koperasi Susu KPSP Setia Kawan menerima program pemanfaatkan biogas dari kotoran ternak.

Berkat keberhasilannya itu pula, Harianto, SE beberapa kali mendapatkan penghargaan, diantaranya adalah anugerah pemberian kalpataru dari Presiden SBY, tahun 2012 dan 2013.

Berkat kegigihan Harianto, SE mengkampanyekan biogas kepada masyarakat Nongko Jajar ini KPSP Setia kawan bahkan menjadi jujugan beberapa negara untuk belajar mengelola lingkungan dengan pemanfaatan biogas dari kotoran ternak.

Beberapa negara yang sempat melakukan kunjungan untuk melakukan penelitian biogas misalnya dari negara Jerman, Australia. Hingga negara Timor Leste melakukan kerja sama dengan KPSP Setia Kawan untuk pengelolaan kotoran ternak menjadi biogas, dalam bentuk kerja sama pengelolaan pertanian dan peternakan.

KPSP Setia kawan juga menjadi jujugan beberapa kampus terkenal di Indonesia seperti UNIBRAW Malang, Unair Surabaya dan kampus-kampus terkenal lainnya.

Xaxana Gusmau (jas hitam) saat melakukan kunjungan ke KPSP Setia Kawan. Tahun 2010 untuk melakukan kerja sama dibidang pertanian dan pengelolaan biogas dari limbah kotoran ternak

Untuk melakukan penelitian pengelolaan limbah kotoran ternak menjadi biogas. Bahkan termasuk dari universitas di Jerman pernah ada yang melakukan penelitian di KPSP Setia Kawan tersebut.

Sebagai Koperasi yang punya sejarah panjang mengelola peternakan sapi perah, yang dirintis mulai tahun 1960 an hingga berdiri tahun 1987, KPSP Setia Kawan merasa perlu berfikir untuk keberlangsungan peternakan itu sampai pada titik perawatan dan menjaga lingkungan agar tetap lestari, hingga memberi manfaat kepada masyarakat banyak.

Seperti diketahui, hingga saat ini jumlah sapi perah anggota KPSP Setia Kawan sekitar 22.000 ekor sapi perah, se Kecamatan Tutur, Pasuruan. Jumlah populasi sapi perah yang sangat fantastis. Dengan jumlah anggota kurang lebih 6000 orang yang tersebar di 12 desa di Kecamatan Tutur Pasuraun.

“Satu ekor sapi itu menghasilkan antara 20 – 30 kg perhari. Bayangkan itu kalau dikalikan 22.000 ekor sapi (550.000 kg/hari kotoran sapi kalau 25 kg x 22.000). Itu menjadi masalah sosial dan lingkungan yang dahsyat kalau kotoran sapi itu tidak dikelola dengan serius,” terang Harianto, SE mantap.

Dengan adanya biogas ini, lanjutnya menjadi nilai tambah bagi anggota KPSP maupun bagi masyarakat Nongko Jajar umumnya. Disamping peternak bisa menghemat kira kira 400 ribu untuk kebutuhan LPG perbulan, lingkungan juga terselamatkan dari bahaya semakin menipisnya sumber air akibat warga memotongi kayu untuk kayu bakar.

“Setalah ada program biogas, sejak tahun 2006 itu, problem-problem tersebut bisa terpecahkan. Pengelolaan biogas juga bisa menyelamatkan bumi karena kotoran ternak dengan jumlah yang besar itu tidak terus terusan dibakar yang bisa mengakibatkan menipisnya lapisan ozon,” jelasnya menambahkan.

Dikelola Dengan Baik, Masyarakat Dapat menerima Manfaat Biogas Dengan Baik.

Ir. Jhon Loucy, Konsultan Peternakan dari Australia saat kunjungan di KPSP Setia Kawan Nongko Jajar Pasuruan, didampingi Harianto, SE, dan H.Khusnan, SE Ketua KPSP Setia Kawan

Soal anggaran biaya, awalnya KPSP Setia Kawan mendapatkan bantuan dari HIVOS dari kerajaan Belanda, nilainya 1/4 persen atau setara Rp 2 juta dari kebutuhan biaya pembuatan reaktor biogas, Rp 8 juta per unit.

Harianto menuturkan, untuk pembuatan biogas itu awalnya dengan menggunakan sistem kredit. Dari tahun 2006 dimulai program biogas itu, kini KPSP Setia Kawan sudah membangun 1500 unit biogas dengan masing masing 1 unit Biogas bisa dimanfaatkan 1 hingga 3 keluarga.

Dengan adanya pemanfaatan biogas dari kotoran ternak tersebut, sumber air di kawasan Nongko jajar kembali besar mengingat masyarakat Nongko jajar sudah tidak menebang kayu untuk kebutuhan kayu bakar.Sehingga dengan demikian, lanjutnya, pertanian di Nongko Jajar menjadi berkembang karena kebutuhan airnya bisa terpenuhi.

“Untuk kebutuhan ternak saja itu membutuhkan banyak air. Untuk per satu ekor sapi saja peternak membutuhkan 80 – 100 liter air, mulai dari untuk kebersihan, membersihkan sapi dari menempelnya kotoran karena ketika sapi diperah, kondisi sapi harus bersih. Juga kebutuhan minum sapi perah. Sebab kebutuhan minum sapi perah itu lebih banyak dari kebutuhan sapi biasa,” jelasnya lagi.

Pembangunan sumur untuk biogas di Riau, Harianto dengan timnya dari KPSP Seria Kawan saat menjadi konsultan pembuatan Biogas di Provinsi Riau.

Disamping itu, untuk kebutuhan petani paprika, itu juga membutuhkan air yang cukup banyak. Untuk satu unit green house saja, yang diisi denga 100 tanaman paprika, itu bisa mencapai 2000 – 3000 liter air.

“Sedangkan jumlah green house untuk tanaman paprika di Nongko jajar ada 150 unit. “Itu belum pertanian bunga Krisan yang juga butuh air dengan jumlah yang banyak. Maka kalau sumber air di Nongko jajar itu tidak dirawat degan baik, akan menimbulkan masalah dikemudian hari, terangnya.

Secara sederhana, Harianto menjelaskan beberapa alat yang dibutuhkan untuk pembuatan biogas.Yaitu imlet tempat masuknya kotoran sapi dari kandang. Dari imlet ini kotoran sapi dimasukkan digester dengan pencampuran 1 banding 1. Satu kotoran sapi, satu air.Harianto menekankan, agar biogas bisa sukses, tidak boleh ada campuran yang masuk yang berakibat kan bisa membunuh bakteri, misalnya sabun.

Harianto, SE, Konsultan Biogas, Pembina Koperasi Susu KPSP Setia Kawan Nongko Jajar, Pasuruan

Nah dari digester itu kemudian setelah diproses dipilah antara kotoran yang mengandung gas dan yang menjadi Flori. Yang mengandung masuk melalui outlet dan disalurkan melalui pipa.

Sedangkan yang menjadi Flori, lanjutnya, itu aman bisa langsung menjadi pupuk organik dan bagus untuk tanaman.

“Sedangkan kotoran ternak kalau langsung dibuang ke tanaman, tanaman itu bisa mati karena dalam kotoran sapi itu masih mengandung gas metan kalau belum diproses jadi biogas,” jelasnya.

Menurut Bu Saudah, salah satu peternak sapi perah pengguna biogas, ia merasa berterima kasih dengan adanya biogas itu. Menurutnya, disamping bisa menghemat kebutuhan dapur untuk energi, kotoran sapi sisa biogas itu bisa dimanfaatkan untuk pupuk organik bagi tanamannya.Ia menuturkan, sejak adanya biogas 5 tahun yang lalu, dia bisa menghemat kebutuhan untuk beli LPG 1 tabung per 1 Minggu.

Salah satu ibu rumah tangga. Seorang janda, di Desa Gendro kecamatan Tutur yang memanfaatkan biogas untuk kebutuhan rumah tangga hingga untuk kebutuhan warungnya, meski ia tidak mepunyai ternak sapi perah.

Penggunaaan biogas itu ia pakai mulai dari jam 4 pagi untuk kebutuhan memasak, siang, sore hingga malam. Kebutuhan biogas memang menjadi energi terbarukan yang tidak ada habisnya selagi masih mengelola peternakan sapi perah. (mnr).