2 dari 2 halaman
KSAD Jenderal TNI Dudung Abdurachman ziarah ke makam sesepuh ulama Sono di kompleks militer Gudang Pusat Peralatan TNI AD di Sidoarjo, Minggu (19/6). (Indra/Antara)

Dudung Menjelaskan, dulu para syuhada, kyai- kyai dalam mempertahankan kemerdekaan Republik ini mengatur strategi perang di Pondok Sono. Dan pada pendudukan jaman jepang, tempat itu kemudian menjadi makam para syuhada.

“Saya mendapat masukan dari Bupati Sidoarjo, tempat ini banyak peziarah, akan tetapi akses masuk ke makam sangat kecil, hanya 1 meter, sehingga dimohonkan pada saya untuk dilebarkan. Nantinya di sini akan menjadi obyek bagi para peziarah agar bisa leluasa. Sifatnya pinjam pakai, karena ini merupakan aset angkatan darat, aset negara, bisa sama-sama dimanfaatkan. Saya selaku kepala staf TNI AD mengizinkan lingkungan pemakaman ini disempurnakan menjadi area yang bermanfaat, khususnya bagi umat Islam,” tandas Dudung.

Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor mengaku lega setelah ada persetujuan dari KASAD Jenderal TNI Dudung Abduraham, dan mengizinkan Pemkab Sidoarjo untuk merevitalisasi makam tersebut. Apalagi, tempat tersebut adalah makam tokoh-tokoh cikal bakal berdirinya NU.

“Dalam komplek ini terdapat makam ayah, kakek dan buyut Mbah Ud. Yaitu KH. Said (ayah Mbah Ud), KH. Zarkasyi (kakek Mbah Ud) dan KH. Muhayyin (buyut Mbah Ud). Jadi ini adalah kompleks makam keluarga pendiri Pondok Pesantren Sono. Banyak Kyai besar pernah menuntut ilmu di dua pesantren sepuh Sidoarjo, yakni Pondok Sono dan Pondok Pesantren Siwalan Panji Buduran,” jelas Gus Muhdlor.

Bupati Muda itu menjelaskan, komplek makam itu juga menyimpan sejarah penting, bukan hanya bagi Sidoarjo, tapi juga bagi Indonesia.

“Bagi bangsa Indonesia, makam ini juga menjadi bukti sejarah pergerakan dan perjuangan para Ulama Sidoarjo dalam melawan penjajah,” pungkas Gus Muhdlor. (uzi).