Imam Fatchur Rhozi
Berharap dapat PKH susulan

Pasuruan,- Nasib kurang mujur lagi dirasakan oleh Imam Fatchur Rhozi, 50 tahun, warga Desa Cobanblimbing, Wonorejo, Pasuruan. Ia merasakn nasibnya sekarang ini ibarat sudah jatuh tertimpa tangga. Setelah usaha kecil-kecilan budidaya ayam potongnya gulung tikar, disusul kemudian pekerjaan istrinya sebagai buruh pabrik mebel di jalan raya Kendedes Desa Cobanblimbing diliburkan dua bulan.

Lah ngene Iki Yo wes ngaplo. Setelah usaha budidaya ayam potong gulung tikar karena merugi. Sekarang kok istri saya pekerjaannya diliburkan gara-gara corona ini. Kemarin saat pabrik tempat istri saya bekerja buka, saya bisa nyambi jualan gorengan di pabrik. Sekarang sudah nol pothol,” cerita Imam, sapaan akrabnya, sambil tertawa menghibur diri.

Untuk memenuhi kebutuhan sehari harinya pasca “libur Corona” ini, Imam biasanya dibantu oleh saudara iparnya. “Ya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, Ya biasanya ya diciprati (dibantu) saudara ipar saya itu setelah ia pencairan-pencairan uang PKH (Program Keluarga Harapan). Lah terus gimana lagi wong kondisinya seperti ini,” tutur Imam.

Setelah mendengar pidato Presiden Jokowi akan ada penambahan jumlah penerima manfaat PKH, hati Imam sedikit terhibur dan berharap juga bisa mendapat PKH.

Meski ia sendiri juga tidak begitu yakin akan mendapatkan bantuan PKH susulan karena sampai hari ini tidak ada yang mendata ulang para penerima PKH susulan sebagaimana yang ia pahami dalam pidato Presiden Jokowi soal penambahan penerima PKH pasca problem Corona ini.

Ia merasakan, tim survey yang ditunjuk untuk mencari warga yang berhak menjadi penerima PKH di Desa Cobanblimbing di lingkungannya untuk periode tahun kemarin tidak adil atau model sistem kekeluargaan.

“Yang diberi amanat untuk survey dan ngajukan para penerima PKH disini itu modelnya sistem kekeluargaan. Sementara yang tidak termasuk keluarganya tidak dimasukkan. Padahal dilingkungan sini banyak yang berhak, misalnya punya balita, lansia dan tergolong keluarga tidak mampu, tidak dapat. Sedangkan yang masuk kategori saudaranya, dapat. Meskipun punya sawah banyak,” gerutu Imam yang pada tahun kemarin tidak masuk kedata penerima PKH, yang kini punya dua anak balita. Yang satu masih sekolah TK dan satunya berumur 2 tahunan.

Meski tidak tahu cara mengajukan susulan cara mendapatkan program PKH, hati kecil Imam tetap berharap mendapatkan bantuan PKH.

“Lah terus harus gimana lagi lawong ini kerja pabrik diliburkan 2 bulan tidak dapat apa-apa. Kosong-kosong,” cetus Imam resah. (mnr)

Mohammad Nasihin, Petugas PKH: “Kalau Mengurangi Penerima Itu Bisa. Tapi Mendapatkan PKH Susulan itu Sulit”

Mohammad Nasihin
Petugas PKH Kecamatan Wonorejo, Pasuruan

Menanggapi soal pengajuan PKH (Program Keluarga Harapan) susulan, Mohammad Nasihin petugas PKH Kecamatan Wonorejo, Pasuruan, menjelaskan pada media ini, itu hal yang sulit. Namun kalau mengurangi penerima manfaat PKH itu bisa. Meski sarat pengajuannya mudah, namun mekanisme memasukkan data itu tidak mudah.

Hal itu disampaikan Nasihin, demikian panggilan akrabnya, ketika menanggapi keluhan warga yang berharap ada penambahan susulan penerima manfaat PKH pasca banyaknya pekerja atau karyawan yang diliburkan kerjanya akibat dampak corona.

Nasihin menjelaskan, untuk memasukkan penerima baru, itu harus dimulai dari mengakses Basis Data Kesejahteraan Sosial yang dijaring lewat bawah.

“Setelah itu masuk aplikasi, setelah itu masuk ke propinsi. Dari propinsi naik ke pusat. Dari pusat turun ke kabupaten/kota. Nah dari kabupaten/kota itulah terus data penerima PKH itu masuk lagi ke petugas PKH,” jelas Nasihin.

Harus diakui, karena keterbatasan jumlah petugas PKH itulah akhirnya verifikasi faktual para penerima manfaat PKH hanya dikonfirmasi ke ketua kelompok atau anggota penerima PKH. Karena faktor inilah sehingga pendataan para penerima manfaat PKH itu sering terjadi kecemburuan sosial.

Terjadi apabila warga yang seharusnya memenuhi sarat untuk menerima, nama bagian pengajuan pendataan di lapisan bawah tidak memasukkan, maka warga tersebut tidak terakses oleh petugas PKH di kecamatan. Seperti yang dialami oleh Imam Fatchur Rozhi warga Desa Cobanblimbing, Wonorejo, Pasuruan tersebut.

Nasihin menambahkan, warga masyarakat yang bisa menerima manfaat PKH itu harus mempunyai komponen. 1. Kesehatan, yaitu itu hamil dan balita, balita itu juga termasuk anak-anak sekolah TK (Taman Kanak Kanak). 2. Pendidikan. Pendidikan itu mulai anak sekolah SD-SMA . 3. Lansia.

“Dulu lansia itu berusia 60 tahun. Sekarang sejak turun PP soal ukuran usia lansia tahun 2010, berubah menjadi umur 70 tahun, “jelas Nasihin.

Kalau warga itu mempunyai komponen yang disyaratkan itu, terus ternyata dia kaya bagaimana?

“Nah itu akan diverifikasi pada periode berikutnya. Biasanya pertanyaan kita ya soal komponen itu. Namun umumnya, jika pendataan begini, rata-rata banyak orang yang mengaku miskin. Jadi periode berikutnya kita memverifikasi ulang,” jelas Nasihin.

Adapun Soal kriteria kaya atau mampu itu, menurut Nasihin, setiap desa mempunyai kriteria yang berbeda. Itu berkaitan dengan kearifan lokal.

“Misalkan di Desa Rebono, disana itu ukurannya mampu jika punya sawah satu petak. Itu bisa masuk kategori mampu. Maka dia bisa dimasukkan untuk tidak menerima manfaat PKH selanjutnya. Nah misalkan di desa sampean itu ukurannya mampu itu punya selep, maka ya kita masukkan sebagai orang yang mampu. Untuk selanjutnya dianulir sudah tidak layak sebagai penerima manfaat PKH. Adapaun kalau penerima manfaat itu punya mobil, ya sudah pasti dia masuk kategori mampu. Ya dia tidak layak untuk menerima manfaat PKH. Ya kalau sampean menemukan itu, laporkan saja ke saya. Nanti akan saya anulir,” jelasnya. (mnr)