Prihatin Pembangunan Di Sidoarjo, Hj. Tri Susilowati, SH, Mkn, Keturunan Darah Biru, Siap Bertarung Di Pilkada Sidoarjo
Sidoarjo,- Jika anda melihat gambar Banner dan baliho yang bertebaran di jalan-jalan strategis di Sidoarjo. Diantara gambar Bakal Calon Bupati dan Bakal Wakil Calon Bupati Sidaorjo yang paling cantik itu, ia adalah Hj. Tri Susilowati, SH, M.Kn.
Meski namanya baru muncul dalam bursa pencalonan Bupati dan Wakil Bupati Sidoarjo, namun tak pelak, wanita paruh baya yang berprofesi sebagai notaris ini hangat dalam berbincangan politik di Sidoarjo.
Setidaknya dalam grup percakapan WhatsApp (WA) nama Bu Susi, demikian ia akrab disapa, begitu ramai dalam perbincangan. Hal itu bisa dimaklumi karena Bu Susi mempunyai magnet yang luar biasa.
Kepada wartawan www.jatimonline.net Bu Susi memberikan tanggapan soal beredarnya pemberitaan kalau dirinya masih keturunan Adipati Sidoarjo yang pertama.
“Ya soal itu memang benar. Saya itu masih ada keturunan dengan Bupati Sidoarjo yang pertama. Bahkan kalau diurut, saya ini masih ada nasab dengan Raja Mataram Islam,” jelasnya dengan nada merendah.
Ketika ditanya, apakah bisa menjelaskan silsilah dari bapaknya, embahnya, buyutnya hingga Adipati Sidoarjo pertama, ia hanya menjawab: “Ya nanti pada waktunya akan saya tunjukkkan,” kata Bu Susi sambil menunjukkan daftar silsilah leluhurnya di Hpnya, pada wartawan media ini.
Benar tidaknya Hj. Tri Susilowati, SH, itu masih keturunan darah biru atau Bupati Sidoarjo pertama, publik harus sabar menunggu informasi selanjutnya. Namun, wanita yang mantab maju pilkada lewat PAN (Partai Amanat Nasional) ini aura kebangsawanannya seolah melekat dalam dirinya.
Soal keinginannya maju Pilkada Sidoarjo, Bu Susi memberikan pernyataan kalau dirinya ingin ndandani Sidoarjo karena dalam banyak hal ia rasakan pembangunan di Sidoajo terakhir ini semakin “ketinggalan”.
Catatan Bu Susi, dalam banyak hal pembangun di Sidoarjo perlu perbaikan. Misalnya soal infrastruktur atau jalan. Menurutnya, pembanguan jalan di Sidoarjo tidak merata.
“Harusnya pembanguan jalan itu dicor supaya kuat. Selama ini pembanguan jalan di Sidoarjo terkesan tambal sulam. Aspal jalannya cepat rusak misalnya di daerah Tulangan” jelasnya.
Soal lapangan pekerjaan Bu Susi juga memberikan catatan. Untuk mengurangi angka pengangguran di Sidoarjo, perlu penambahan pegawai PNS. Namun demikian, menurutnya, harus diutamakan warga Sidoarjo dulu. Begitu juga dengan karyawan perusahaan, harusnya diutamakan warga Sidoarjo supaya angka pengangguran di Sidoarjo bisa menurun.
Soal UKM juga demikian. Tri Susilowati berpendapat kalau saat ini UKM di Sidoarjo dirasakan mati suri. “Kalau jadi pemimpin itu harus pinter supaya mengerti keinginan warganya. Dan kalau dikritik itu tidak boleh ngamuk. Kritik itu harus diterima sebagai masukan,” terangnya.
Budaya Nyadran Harus Ditetapkan Sebagai Budaya Nasional
Sebagai catatan pentingnya, Bu Susi menganggap pariwisata di Sidoarjo harus benar-benar dikembangkan. Menurutnya, icon Sidoarjo sebagai kota penghasil udang dan bandeng semakin tidak jelas.
Dalam catatannya, ikan udang windu yang dulu sebagai kebanggaan petani tambak dan warga Sidoarjo, kini beralih jadi udang Fanami. Itu disebabkan, lanjutnya, karena harga udang windu harganya semakin mahal dan sulit terjangkau harganya untuk kalangan masyarakat biasa.
Ia juga berharap, bahwa budaya nyadran itu harus ditetapkan sebagai budaya nasional. Menurutnya, tradisi nyadran itu disamping tetap dipertahankan, juga harus lebih dikembangkan sehingga banyak manfaat yang bisa diambil oleh warga masyarakat Sidoarjo.
Suatu ketika budaya Nyadran itu bisa menjadi wisata dan daya tarik Sidoarjo untuk menarik minat pariwisata dari luar Sidaorjo. “Itu sungai-sungainya harus diplengseng, dicat warna-warni sehingga menarik dan indah dipandang,” jelasnya.
Disamping itu, idenya lagi, sungai yang dilalui nyadran itu bisa menjadi tempat kuliner apung sehingga menarik minat pariwisata.
Sebagai catatan akhirnya, Bu Susi berharap disetiap desa itu harus dibangun tempat fasilitas umum yang bermanfaat untuk kegiatan kreatifitas warga masyarakat setempat.
Dengan demikian, lanjutnya, warga Sidoarjo yang ingin berkegiatan misalnya senam, olah raga futsal, tidak harus ke kota, sehingga kerumunan massa bisa menyebar, tidak hanya menumpuk di kota.
Fasum yang dibangun disetiap desa diharapkan juga bisa untuk kegiatan UKM-UKM disetiap desa. “Sehingga tidak bergerombol di Sidokare seperti yang kita lihat saat ini,” ujarnya.
Soal olah raga. Sepak bola, ia berharap bisa memanfaatkan dari warga Sidoarjo sendiri. “Masak sepak bola saja pemainnya harus mendatangkan dari luar negeri. Mestinya kesempatan itu diberikan kepada warga Sidoarjo sendiri. Caranya, ya kita harus cari bibit pemain yang baik sedari dini. Jika kesempatan itu diberikan saya kira tidak ada yang tidak mungkin,” sergahnya. (mnr).
Tinggalkan Balasan