Penanganan Tidak Serempak, Hama Wereng Sulit Ditangani Petani di Rembang, Pasuruan
Pasuruan | JATIMONLINE.NET,- Ada ungkapan, jika menjadi petani itu harus mau belajar dengan alam. Demikian yang dialami petani yang lahan sawahnya ada di Dusun Ketapang, Pekoren, Rembang, Pasuruan.
Akibat masa tanam dan penanganan berbagai macam hama tidak serempak, mengakibatkan penanganan hama wereng yang terjadi di beberapa sawah di beberapa kecamatan di Kabupaten Pasuruan, agak terhambat. Demikian disampaikan oleh Winaryo, petani asal Desa Cangkring Malang, Beji yang mempunyai sawah di Dusun Ketapang, Deda Pekoren, Rembang, Pasuruan.
Dalam beberapa masa tanam yang tidak serempak, dan penanganan hama yang tidak serempak juga, mengakibatkan penanganan hama wereng dibeberapa sawah kecamatan kecamatan di Kabupaten Pasuruan, seringkali panennya tidak maksimal.
Seperti teori alam, untuk menanam padi, pakemnya harus dilakukan secara bersama dan dalam waktu yang serempak. jika ada selisih waktu, dipastikan petani akan kerepotan dengan banyaknya kendala alam. Misalnya diserbu burung atau diserang hama wereng.
Jika usia tanam dan masa berbuah padi secara bersamaan, maka jika ada gangguan burung, bulir bulir padi yang “dicuri” burung tidak begitu dirasa karena sebaran serangan burung akan merata dengan jumlah luasan sawah yang lebar. Rumus Itu yang dilakukan petani petani di Kecamatan Wonorejo, Pasuruan.
Demikian juga kendala yang terjadi di beberapa sawah di beberapa kecamatan di Pasuruan, problem menyerempakkan penanganan hama wereng seringkali menjadi kendala.
Pada kesempatan kemarin, Kamis 17 September 2020, Winaryo berhasil menggerakkan secara bersama sama, para petani yang mempunyai sawah di Dusun Ketapang, Desa Pekoren, Rembang ini, secara serempak turun untuk menggerpol mengusir hama wereng.
Menurut Winaryo yang juga mantan Ketua KPUD Kabupaten Pasuruan ini, beberapa kali penanganan hama wereng di sawah beberapa kecamatan di Kabupaten Pasuruan itu tersendat karena tidak kompak.
“Kalau tidak kompak itu, akhirnya wereng berpindah – pindah. misalnya dilahan sawah saya disemprot obat, disebelahnya tidak disrmprot, akhirnya werengnya cuma pindah ke sawah sebelah. Nanti sebelahnya disemprot, werengnya pindah disebelahnya lagi. Begitu seterusnya. Sampai akhirnya werengnya kembali ke sawah saya lagi kalau kadar obat pengusir hamanya sudah hilang,” jelas Winaryo.
Ketidak kompakan ini, lanjut Winaryo, disebabkan beberapa hal. Pertama karena petani kurang open dengan sawahnya atau kurang kontrolnya. Disamping itu karena terbatasnya jumlah Pegawai Pengendali Organisme Pengganggu Tumbuhan (PUPT) di Dinas Pertanian Kabupaten.
Karena keterbatasan Pegawai PUPT Dinas Pertanian itulah sehingga mereka kurang kontrol terhadap kondisi sawah sawah petani.
“Misalnya PUTP Prigen, Pandaan dan Sukorejo, mereka menangani 5 kecamatan. Di Kecamatan Bangil dan Kecamatan Beji, ditangani 1 PUPT. Jadi mereka nggaru nggaru atau terlalu luas lawan pengawasannya. Itu yang menjadi problem para petani,” jelas Winaryo.
Soal tidak serempaknya menangani hama itu, kata Winaryo, karena terkendala biaya membeli obat. Petani itu, lanjutnya, merasa tidak mampu membeli obat pengusir hama karena harganya juga mahal, sehingga ketika tahu sawahnya diserang hama, ia tidak punya biaya, ya sudah dibiarkan begitu saja.
“Rata – Rata patani tidak mengetahuinya kalau PUPT di Dinas Pertanian Propinsi itu ada obat pengusir hama gratis untuk digunakan. ini problemnya kurang sosialisasi,” terangnya.
Kalau ini, Winaryo berhasil mengajak secara bersama sama petani, didampingi PUPT Dinas Pertanian bersama sama mengusir hama wereng di lahan seluas 13 ha itu.
“Mudah mudahan langkah kali ini berhasil supaya petani tidak terlalu banyak kerugiannya akibat diganggu hama wereng ini,” harap Winaryom. (mnr).
Tinggalkan Balasan