Misbachul Munir

Kolom | JATIMONLINE.NET,- H. Subandi, Plt Bupati Sidoarjo yang juga Ketua DPC PKB Sidoarjo membacakan keputusannya untuk mencalonkan bupati, tidak melalui PKB, didetik terakhir pendaftaran di KPU Kabupaten Sidoarjo, 29 Agustus 2024.

Keputusan memilih daftar calon bupati tidak melalui PKB itu sungguh mengejutkan banyak kalangan. Lazim diketahui, PKB adalah partai politik dengan suara terbanyak di Kabupaten Sidoarjo. Dalam setiap event pilkada di Sidoarjo, dari tahun ketahun PKB selalu mencatatkan prestasi kemenangan.

Ketua DPC PKB kok daftar cabup lewat partai lain. Padahal, diatas kertas, kemenangan H. Subandi ada didepan mata jika ia mengiyakan Rekom DPP PKB yang dipasangkan dengan A. Amir Aslichin.

Kebijakan politik DPP PKB terkait rekomendasi yang dikeluarkan diakhir masa pendaftaran mudah dibaca kemana arahnya. Yang pertama tentu saja menghindari bagi kadernya yang tidak dapat Rekom, supaya tidak menyeberang ke partai lain. Begitu Rekom diumumkan dimenit terakhir, kader PKB yang tidak dapat Rekom dipastikan akan “menyerah” dengan keputusan DPP PKB itu.

Hal yang demikian itu ternyata tidak terjadi di PKB Sidoarjo. Detik-detik terakhir Rekom DPP PKB diumumkan, H. Subandi selaku Ketua DPC, kok malah mundur. Memilih daftar lewat partai lain, yaitu Partai Gerindra, berpasangan dengan Hj. Mimik Idayana.

Pernyataan H. Subandi sebagai Ketua DPC PKB Sidoarjo itu kedengarannya aneh. Apa sebenarnya yang dicari oleh H. Subandi dengan keputusan politik yang “nyeleneh itu”? Jika ending pertarungan politik itu adalah menang, kenapa H. Subandi memilih mendaftar lewat partai lain dan melepaskan jabatan politiknya yang sangat bergengsi , ketua DPC PKB Sidoarjo.

Isu mahalnya “mahar politik PKB” sebagai penyebab hengkangnya H. Subandi dari PKB, itu kita abaikan saja ya. Biarlah itu menjadi isu liar diluar sana. Saya mencoba menganalisis alasan H. Subandi memilih mendaftar calon bupati melalui Partai Gerindra, sesuai dengan yang dinarasikan oleh H. Subandi.

H. Subandi menyatakan, alasannya mendaftar calon bupati tidak lewat PKB meskipun ia mendapatkan rekom DPP PKB, adalah dirinya tidak mau menafikan teman-teman partai yang telah berkomitmen sejak awal memberinya kepercayaan rekomendasi untuk maju berpasangan dengan Hj. Mimik Idayana.

Alasan yang kedua, karena H. Subandi tidak ingin pilkada 2024 ini terjadi bumbung kosong jika dirinya dipasangkan A. Amir Aslichin.

Dari sisi itu, saya mengapresiasi pilihan politik H. Subandi karena masih memberi ruang tegaknya demokrasi dengan memberi pilihan warga Sidoarjo tidak memilih bumbung kosong. Jika pilihannya cuma satu, H. Subandi dan A. Amir Aslichin pasti menang tapi kemenangan itu tentu akan mengecewakan warga Sidoarjo karena tidak memberinya pilihan.

Alasan yang kedua juga menarik, tidak mau membuly teman-teman partai politik yang sudah berkomitmen sejak awal mengusung dirinya dan Hj. Mimik Idayana. Fenomena politik demikian itu sungguh mengajarkan kita, ternyata masih ada politisi yang menyisihkan ruang moralitas ketimbang “pokok’e menang saja”.

Saya tidak hendak ngecap H. Subandi bahwa ia adalah politisi terbaik, namun setidaknya H. Subandi mampu untuk tidak mengabaikan pertimbangan moralitas ketimbang hanya mengutamakan kepentingan yang pragmatis saja.

Itu dibuktikan dengan sikap politiknya yang memberi pesan moral bahwa H. Subandi bukanlah tipe politisi yang Isuk Dele Sore Tempe, dengan tidak melupakan teman teman pimpinan partai seperjuangannya yang sedari awal memberikan rekomendasi maju pilkada Sidoarjo.

Orang yang sudah kenyang dengan Asam-garam dunia politik, tentu ia tidak menganggap remeh sikap politik H. Subandi ini, yang dengan teguhnya memegang prinsip yang merepresentasikan sikap bukanlah tipe orang yang Isuk Dele Sore Tempe. Sementara kesempatan untuk menjadi seorang politisi yang pragmatis itu ada didepan mata.

Wallahu A’lam Bisshowab.

Penulis adalah Pemimpin Redaksi Jatim Online.