Jombang | JATIMONLINE.NET,- Hari Rabu terakhir di bulan Shafar sering dikenal sebagai Rebo Wekasan atau Rabu Wekasan. Hari ini diyakini oleh sebagian orang sebagai waktu turunnya berbagai bala atau musibah. Tahun ini, peristiwa tersebut jatuh pada Rabu, 4 September 2024. Sebagaimana diketahui, amaliyah Rabu Wekasan biasanya dilaksanakan pada Selasa Pon malam Rabu Wage, 30 Safar 1446 H.

Ketua Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Jombang, KH Fahmi Amrullah Hadziq, memberikan penjelasan tentang asal-usul penamaan Rabu Wekasan. Beliau juga membahas mengenai hukum mengamalkan amaliyah Rabu Wekasan dan hukum mempercayai bahwa hari tersebut adalah hari naas atau sial.

“Rabu itu nama hari, sedangkan Wekasan itu pungkasan atau bermakna akhir,” jelas Gus Fahmi melalui akun Instagram @nuonlinejombang. “Jadi, bisa dikatakan Rabu Wekasan adalah Rabu terakhir di bulan Safar,” tambahnya dalam kutipan yang diambil pada Selasa, 3 September 2024.

Lebih lanjut, Gus Fahmi, yang juga merupakan Pengasuh Pondok Pesantren Putri Tebuireng Jombang, menjelaskan bahwa penamaan Rabu Wekasan berasal dari ilham orang saleh. “Ini bukanlah wahyu yang diberikan kepada Nabi Muhammad SAW atau Rasulullah,” kata Gus Fahmi.

“Jadi, ilham itu sifatnya tidak mengikat secara syariat,” ujar Gus Fahmi. “Tidak ada kewajiban bagi umat Islam untuk mengamalkannya,” sambungnya.

Namun, Gus Fahmi menambahkan bahwa di kalangan umat Islam, khususnya di Jawa, terdapat tradisi mengisi Rabu Wekasan dengan berbagai amaliyah. “Seperti shalat sunah, sedekah, dan dzikir-dzikir khusus,” tuturnya.

Ia menjelaskan bahwa tidak semua pesantren mengamalkan amaliyah Rabu Wekasan ini. “Misalnya di Pesantren Tebuireng, amaliyah ini tidak diamalkan,” jelas Gus Fahmi. “Biasanya ini dilakukan di pesantren-pesantren pengamal thoriqoh,” tambahnya.

Gus Fahmi kemudian mengingatkan untuk tidak mempercayai adanya hari sial. “Janganlah kita meyakini adanya hari sial,” tegasnya. “Karena hakikatnya semua hari itu sama saja dan milik Allah SWT,” lanjutnya.

Menurutnya, semua hari adalah baik selama diisi dengan perbuatan yang baik. “Hari terbaik adalah hari di mana kita beramal terbaik,” ujarnya. “Meskipun itu hari Jumat atau hari-hari yang lain,” tambahnya lagi.

Gus Fahmi juga mengingatkan agar umat Islam fokus pada kebaikan dan amal perbuatan daripada mempercayai hal-hal yang tidak memiliki dasar syariat. “Fokuslah pada amal baik yang bisa kita lakukan setiap hari,” pesannya.

Beliau menekankan bahwa keutamaan hari bukan pada nama atau mitos yang melekat, melainkan pada amal yang dilakukan. “Apapun hari itu, jika diisi dengan amal baik, maka ia menjadi hari yang baik,” ungkapnya.

Gus Fahmi pun menutup penjelasannya dengan harapan agar umat Islam selalu memaknai hari-hari mereka dengan hal-hal positif. “Mari kita maknai setiap hari dengan kebaikan,” pungkasnya. (red).