KH. Ghofar Mistar: “BHS – Taufiq Itu Pantas Dipilih Karena Track Recordnya Lebih Dibanding Calon Yang Lainnya”
SIDOARJO | JATIMONLINE.NET,- “Siapa Yang Menanam, Ia Yang Akan Memetik Buahnya”, demikian kata KH. Ghofar Mistar, akrab disapa Kiai Ghofar, membuka pembicaraan saat ditemui di Warkop Barik, Bluru Sidoarjo.
Ungkapan pepatah bijak tersebut oleh Kiai Ghofar ditujukan kepada H. Maskur, mantan bendahara NU Sidoarjo, periodenya H. Manaf Klopo Sepolo sebagai Ketua PCNU Sidoarjo.
H. Maskur adalah tokoh NU Sidoarjo yang sosoknya sangat legendaris. Bagi Kiai Ghofar, H. Maskur adalah sahabat senior dan juga guru. H. Maskur, kata Kiai Ghofar, adalah seorang pejuang di NU Sidoarjo yang ihlas, dan jasanya sangat besar bagi NU Sidoarjo.
“H. Maskur itu orangnya ihlas. beliau itu jasanya besar bagi perkembangan NU di Sidoarjo. H. Maskur bersama H. Manaf yang merintis berdirinya RSI Siti Hajar dan KBIH Rohmatul Ummah. Dulu itu H. Maskur bahkan berani menjaminkan sertifikat tambaknya untuk meminjam uang dalam rangka membangun gedung rohmatul ummah. Saya tahu waktu itu. Dan beliau (H. Maskur) itu orangnya sangat Ihlas,” ungkap Kiai Ghofar mengenang.
“Maka kalau Gusti Allah berkehendak menjadikan Taufiqulbar itu jadi Wakil Bupati Sidoarjo, itu memang sepantasnya karena H. Maskur, bapak mertuanya Taufiqulbar, adalah orang yang sudah menanam banyak jasa bagi warga NU Sidoarjo. Siapa yang menanam, ia yang akan memtik hasilnya,” ungkap Kiai Ghofar.
Kiai Ghofar mencontohkan seperti yang dialami H. Saiful Ilah Menurut Kiai Ghofar, H. Saiful Ilah itu jadi Wakil Bupati dan Bupati Sidoarjo, hingga hampir 20 tahun, itu memang sepantasnya, karena jasa mertuanya H. Saiful, H. Anwar dikenal sebagai orang kaya di Sidoarjo dan banyak menanam kebaikan dengan banyak memberi sodaqoh atau mewaqofkan tanahnya untuk kepentingan perjuangan.
Menanggapi isu miring soal meragukan ke NU an BHS dan Taufiq, Kiai Ghofar menjelaskan, bahwa derasnya isu politik identitas yang menerpa BHS – Taufiq itu tidak banyak pengaruhnya.
Isu politik identitas yang ramai didengungkan lawan politik, menurut Kiai Ghofar, hanya ramai dilapisan atau gerbong pertama, yaitu struktural NU. “Adapun digerbong kedua, yaitu kelompok aktifis, isu politik identias itu pecah, tidak seberapa ngefek. Sedangkan digerbong ketiga, kelompok NU kultural, sama sekali tidak ada efeknya. NU kultural itu pokoknya NU yang cukup hanya ikut kumpulan tahlilan dan sebagainya,” jelas Kiai Ghofar.
Menurut Kiai Ghofar, soal kans keterpilihan masing masing calon, semua hanya biasa – biasa saja atau berimbang. Soal Muhdlor diusung oleh partai pemenang pemilu di Sidoarjo, yaitu PKB yang notabene berpeluang didukung suara basis NU, Kiai Ghofar menanggapinya biasa – biasa saja.
Dimata Kiai Ghofar, Muhdlor itu hanya sekedar anaknya Gus Ali Masyhuri. Itu saja. Sedangkan Gus Ali Masyhuri itu, menurut Kiai Ghofar, tidak terlalu hebat menurut pandangan masyarakat Sidoarjo. “Gus Ali itu tidak terlalu banyak menanam di masyarakat Sidoarjo. Karena itu masyarakat Sidoarjo tidak terlalu mengaggap Gus Ali itu luar biasa. Adapun kalau masyarakat diluar Sidoarjo itu, bahkan mungkin secara nasional menganggap Gus Ali itu luar biasa, ya itu mungkin mungkin saja, karena karakter itu dibangun sedemikin rupa, sehingga diluar Sidoarjo, Gus Ali itu kelihatan luar biasa,” terang Kiai Ghofar.
Soal memilih pemimpin jika diukur dari sisi amanah, Kiai Ghofar menegaskan, kakau semua kontestan pilkada hari ini sama sama belum pernah jadi Bupati.
Namun paling tidak, jika dilihat dari yang paling belakang, lanjut kiai aktivis ini, bisa dilihat dari sisi fatonah atau kecerdasan.
“Kalau ngomong amanah, sama sama belum mengalaminya. Nah sarat yang paling belakang adalah fatonah atau kecerdasan. Kalau ngomong kecerdasan, jika diukur dengan banyaknya pengalaman, anak kecil itu kan belum bisa dikatakan cerdas karena belum teruji dilapangan,” ujar Kiai Ghofar.
Maka, lanjutnya, untuk mengukur layak dan tidaknya calon pemimpin itu dipilih, setidaknya lihatlah track recordnya. “Saya tidak mengurangi dan menambahi. Kalau ngomong track recordnya, sampean bisa bandingkan sendiri, antara BHS dengan Kelana dan BHS dengan Muhdlor. Sampean kan bisa menilai sendiri. Memilih pemimpin kalau berdasarkan track, recordnya, ya tentu saja BHS yang lebih layak untuk dipilih karena BHS lebih mumpuni,” urai Kiai Ghofar. (mnr).
Tinggalkan Balasan