Ketua Tanfidliyah PCNU Kabupaten Pasuruan, KH. Imron Mutamakkin (akrab disapa Gus Ipong) berikan tausiah pelantikan Pengurus Ranting NU se Kecamatan Wonorejo

Pasuruan | JATIMONLINE.NET,- Acara pelantikan Pengurus Ranting NU se Kecamatan Wonorejo, Pasuruan, pada Jum’at siang habis jum’atan, 12 Februari 2021, di Masjid Almustofa, Desa Cobanblimbing, Wonorejo, Pasuruan berjalan khidmad.

Meski dikemas secara sederhana, Pelantikan Pengurus Ranting NU se Kecamatan Wonorejo tersebut berjalan khidmad. Acara pelantikan tersebut dihadiri sekitar 200 an jama’ah warga Nahdliyin. Jama’ah laki-laki berada didalam masjid. Sedangkan jama’ah perempuan ada di halaman masjid.

Istighosah itu, menurut panitia adalah acara pelantikan, dilakukan setiap bulan oleh ranting-ranting NU, setiap Jum’at Wage. “Istighosah ini dilakukan setiap bulan, dan tempatnya bergantian disetiap desa Pengurus Ranting NU,” ujar panitia acara pelantikan.

Para Kiai dan Pengurus MWC NU Kecamatan Wonorejo, saat istighossah

Sebelum pelantikan berlangsung, dimulai dengan pembacaan sholawat oleh jama’ah hadrah warga Desa Cobanblimbing, Wonorejo. Setelah pembacaan sholawat nabi, dilanjutkan istighosah.

Dalam Tausiyahnya, Ketua Tanfidliyah PCNU Kabupaten Pasuruan, KH. Imron Mutamakkin (akrab disapa Gus Ipong) berpesan kepada warga Nahdliyyin agar benar – benar menjaga dan memperjuangkan ajaran Islam ahli Sunnah waljama’ah di Indonesia, dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat.

Gus Ipong menegaskan, bahwa pelantikan Pengurus NU itu adalah baiat. Karena itu, lanjutnya, semua pengurus NU harus benar – benar memperjuangkan Khittah Nahdliyah dalam kehidupan sehari hari, dalam berbangsa dan bernegara.

“Khittah Nahdylliyah itu adalah sikap Tasammuh, Tawazzun, Tawassuth dan i’tidal, dalam kehidupan berbagsa dan bernegara,” jelasnya.

Kiai Imron juga menegaskan, sebagai warga dan Pengurus NU itu harus benar- benar menegakkan syari’at islam dalam kehidupan sehari hari. Namun demikian, Kiai Imron menggaris bawahi yang dimaksud menegakkan syari’at Islam dalam kehidupan sehari-hari itu bukan negara Khilafah.

Syari’at itu, lanjutnya, ada mua’malat, munakahad, munjiat, yang harus dipahami dan dilaksanakan serta didudukkan secara benar dalam kehidupan sehari – hari.

“Misalnya, dalam kehidupan kita sehari – hari, banyak kita jumpai bahwa warga Nahdyyin bekerja menjual daging ayam. Namun dalam prakteknya, tidak semua warga tahu, apakah penyembelihan ayam itu sudah sesuai syariat apa belum. Nah itu adalah tanggung jawab kita semua supaya daging ayam yang dikonsumsi banyak umat Islam itu disembelih secara syar’i,” terang Gus Ipong. (mnr).