Taufiqulbar saat sowan ke KH. Husein Ilyas
Kiai kahrismatik, berpengaruh di NU.

Sidoarjo,- Soal hadits Nabi, syarat tegaknya negara, bi ilmil ulama, bi adll Umara, Bi sakhowatill aghniya’ (dengan lomannya orang kaya) dan bidu’ail fuqoro’, mungkin banyak orang tahu. Hadits yang penuh nasehat kebaikan itu seringkali dikutip para kiai atau muballigh dalam pengajian pengajian.

Namun dalam implementasinya, tidak gampang untuk menerapkan itu. Seorang ulama yang berposisi memberikan nasehat baik kepada Umara, tentu ia harus dalam posisi yang powernya maksimal.

Sebaliknya, bagi Umara atau calon pemimpin pemerintahan, ia juga harus “tahu diri”. Jika pakem bagusnya atau tegaknya negara itu diperlukan nasehat baiknya ulama atau kiai, maka ia harus siap diberi nasehat baik oleh ulama atau Kiai. Meskipun seorang pemimpin itu jabatannya tinggi.

Sebagai kader politik yang dibesarkan dilingkungan keluarga besar NU, Taufiqulbar sangat paham soal pentingnya nasehat baik ulama atau kiai itu kepada penguasa atau pejabat negara. Kepada wartawan media ini, Cak Taufiq, panggilan akrabnya, mengatakan, seorang kiai yang alim atau linuwih, itu nasehatnya harus didengarkan.

“Banyak hal-hal yang Sirri (rahasia) dalam hidup itu, yang tidak bisa diketahui banyak orang. Misalnya menjawab teka-teki, atau kabar langit, siapa calon bupati kedepan yang akan terpilih. Jadi kita sowan ke Kiai alim, kiai wira’i, kiai khos, dalam Rangka untuk meminta nasehat-nasehat itu. Bagi saya itu penting sekali, ” terang Cak Taufiq.

Ikhtiar Cak Taufiq sowan ke Kaia-kiai, meminta nasehat baik, meminta doa restu, kepada wartawan media ini ia menyampaikan, langkah itu adalah kompetisi lahir batin.

Sebagai kader yang dibesarkan dalam keluarga besar NU, menantunya tokoh NU senior di Sidoarjo, H. Maskur Rois. Dengan KH. Husein Ilyas masih ada hubungan kekerabatan, pendidikan akhlak, pentingnya menghormati Kaia, utamanya kiai-kiai wira’i , bagi Cak Taufiq itu sudah seperti “Sego Jangan”

Sebagai tokoh yang lahir dari keluarga besar NU, tentu saja Cak Taufiq sangat mengerti arti pentingnya berakhlak yang baik kepada kiai sepuh yang alim atau wira’i, atau orang alim yang dianggap sebagai guru spiritualnya.

Dengan berahlak yang baik, ikroman (memulyakan) wa Ta’dziman (andap ashor) kepada kiai, bagi Cak Taufiq, itu merepresentasikan akhlak yang baik bagi politisi, bahwa dirinya siap untuk diberi nasehat yang baik.

“Menunjukkan sikap andap Asor, memulyakan kiai, itu ya gambaran kalau kita sebagai politisi siap untuk diberi nasehat oleh kiai-kiai. Lah kalau politisi yang menunjukkan sikap sok kuasanya kepada kiai-kiai, jelas dia bukan bagian dari politisi yang senang diberi nasehat baik oleh kiai,” terangnya.

Politisi yang baik itu, lanjutnya, adalah yang siap diberi nasehat para alim ulama. Kalau ada politisi yang sok berkuasa sekali, hingga para kiai saja tidak berani memberi nasehat. Bahkan malah kaia-kiai itu yang diatur-atur, itu pertanda kalau ia adalah politisi yang tidak baik. Lalu siapa nanti yang menasehati penguasa kalau kiainya bisa diatur atur semaunya,” terangnya. (mnr).