KH. Abdul Malik, Komisaris PT. Intan saat sambutan acara Bedah Buku & Ngaji Ekonomi di Ponpes Amanatul Ummah, Pacet, Mojokerto

Mojokerto | JATIMONLINE.NET,- Untuk yang kesekian kalinya, PT. Indonesia Nahdlatutut Tujjar Annahdliyah (PT. Intan) menggelar kegiatan. Kali ini, PT. Intan menggelar acara Bedah Buku Kiai Milyarder Tapi Dermawan & Ngaji Ekonomi yang diselenggarakan di Guest House Kampus Pesantren Institut KH. Abdul Chalim, Ponpes Amanatul Ummah, Pacet, Mojokerto, Kamis, 27 Oktober 2022.

Hadir sebagai Nara sumber Bedah Buku Kiai Milyarder Tapi Dermawan Prof. Dr. KH. Asep Saefuddin Chalim, MA Pimpinan Pesantren Amanatul Ummah dan Dr. Mas’ud Adnan, Pimpinan Media Harian Bangsa. Sedang dalam acara Ngaji Ekonomi hadir para pegiat ekonomi kader NU Muhlas Sarqun (Lamongan) , H. Ahmad Khoiri Mahfudh, SH (Sidoarjo), H. Muhammad Ali ( Gus Ali), Direktur PT. Intan, KH. Abdul Malik (Sidoarjo) Komisaris PT. Intan dan banyak lagi tokoh-tokoh pegiat ekonomi pesantren di Jawa Timur hadir dalam acara Bedah Buku dan Ngaji Ekonomi tersebut.

Acara Bedah Buku dan Ngaji Ekonomi tersebut dihadiri kurang lebih 150 peserta yang terdiri dari pimpinan pondok pesantren maupun santri yang tersebar di Jawa Timur. Dalam paparannya, Kiai Asep, panggilan akrab Prof. Dr. KH. Asep Saefuddin Chalim, MA menekankan pentingnya bagi Kiai, Santri maupun pimpinan pesantren harus mampu memberikan andil kemandirian ekonomi atau kesejahteraan. Semua yang hidup dalam kemerdekaan, kata Kiai Asep, harus memberikan andil kesejahteraan. Mengapa ini penting dilakukan?

“Karena Kadal fakru anyakuna kufro (karena faqir atau kemiskinan itu mendekati kekufuran),” tegas Kiai Asep dalam acara Bedah Buku dan Ngaji Ekonomi itu.

Suasan Bedah Buku & Ngaji Ekonomi di Pesantren Amanatul Ummah, Pacet Mojokerto

Dilanjutkannya, keadilan itu bisa diwujudkan manakala kesejahteraan itu bisa diwujudkan. Menurut Kiai Asep kondisi ekonomi Indonesia saat ini masih belum memihak umat Islam, terutama warga NU. Dulu, pada tahun 1974, lanjutnya, pabrik-pabrik di Indonesia itu milik orang asing.

“Saat ini saya masih berfikir, gak apa-apa, toh presidennya orang Indonesia, Gubernurnya orang Indonesia. Dengan demikian kebijakannya pasti memihak rakyat Indonesia,” kata Kiai Asep.

Meskipun begitu, lanjutnya, ternyata hingga sekarang juga tidak berubah. Sekarang ekonomi malah dikuasai oleh orang-orang yang kontribusinya tak jelas saat perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia. Karena itu, Kiai yang juga sebagai Ketua PP Pergunu (Persatuan Guru Nahdlatul Ulama) itu mendorong agar kebangkitan semangat nahdlatut Tujjar itu terus digerakkan.

“Mereka harus diberi semangat. Semangat dulu agar terus bergerak,” ujarnya.

Ditambahkannya, semangat Nahdlatut Tujjar itu harus dimasifkan sehingga menjadi kesadaran kolektif Bangsa Indonesia. “Paling tidak, warga NU memiliki perspektif yang sama dalam berfikir tentang kemandirian ekonomi,” tegasnya.

Sementara itu, Dr. Mas’ud Adnan, penulis Buku Kiai Milyarder Tapi Dermawan itu menjelaskan bahwa Nahdlatut Tujjar didirikan para kiai berawal dari kesadaran ekonomi kaum pribumi yang mengalami tekanan penindasan dan penjajahan Belanda. (mnr).