Hj. Maulidiyah, Peedagang Klepon di Sentra Klepon Gempol, Pasuruan, yang juga Ketua UMKM Kecamatan Gempol.

Pasuruan,- Klepon adalah jajanan tradisional yang rasanya sudah tidak diragukan lagi. Kue bulat berbahan ketan dan berisi gula merah itu tiba-tiba jadi perbincangan publik secara luas dimedsos gara-gara ada orang yang menulis miring soal klepon. Klepon dikatakan sebagai makanan yang tidak islami. Tulisan “Ngalor Ngidul” dimedsos itu pun viral.

Hingga dampaknya, membuat resah para pedagang klepon di sentra klepon di Gempol, Pasuruan. Hj. Maulidiyah, pedagang klepon di Gempol Pasuruan yang menamai kleponnya Rapi itu, menuturkan pada media ini kalau ia dan teman-temannya sesama pedagang klepon merasa resah.

Pedagang klepon yang juga Ketua UMKM Kecamatan Gempol itu menambahkan, dalam menyikapi isu miring yang menyudutkan makanan tradisional klepon itu, ia cenderung diam, meski pada dasarnya ia merasa resah dan terganggu.

Kepada teman-temannya sesama pedagang klepon, Hj. Maulidiyah juga menghimbau agar tenang dalam menyikapi isu miring tersebut. “Kita juga sebenarnya tidak tahu maksud orang yang menulis miring soal klepon itu maunya apa. Dia itu maksudnya cuma candaan saja atau ada maksud lain, ingin mempromosikan kurma tetapi menjelekkan klepon? Itu kita belum tahu. Kita menunggu perkembangan. Kalau dampaknya tidak baik bagi omset pedagang klepon, maka kita akan bertindak. Mengambil langkah hukum,” jelas Hj. Maulidiyah.

Namun Hj. Maulidiyah merasa aneh, semakin ramai dibahas orang,  diisukan miring dimedia sosial, ternyata omset pedagang klepon malah naik, sekitar 10 %.

“Wong klepon kita itu sudah punya izin PIRT, juga ada sertifikat halal dari MUI. Loh kok tiba-tiba ada yang mengisukan tidak islami. Tetapi justru karena itu kok omset pedagang klepon malah naik,” jelas Hj. Maulidiyah heran.

Yang justru memukul omset pedagang klepon di sentra klepon Kecamatan Gempol itu, kata Hj. Mauliduyah justru adanya tol di Gempol, arah Surabaya – Probolinggo – Banyuwangi itu.

“Sejak adanya tol Surabaya-Probolinggo itu, omset pedagang klepon di sentra klepon Gempol terpukul hingga 75 %. Itu disebabkan karena kendaraan yang biasanya dari arah Surabaya, Sidoarjo ke Pasuruan, Probolinggo, Banyuwangi, dulu transitnya di sentra klepon itu, dan membeli oleh-oleh klepon. Kini, sejak adanya tol itu akhirnya banyak kendaraan yang kearah timur akhirnya lewat tol, kata Hj. Maulidiyah mengenang.

Hj. Mauhmudah menuturkan, sejak sebelum adanya tol itu, rata-rata pedagang klepon skala besar, dalam satu hari bisa  menghabiskan hingga 50 kg. Sedangkan pedagang klepon skala kecil bisa menghabiskan 10 kg. “Sejak saat itu para pedagang klepon hampir gulung tikar semua,” ceritanya mengenang.

Toko klepon Hj. Maulidiyah di sentra klepon Gempol, Pasuruan

Rencana gulung tikar para pedagang klepon di sentra klepon Gempol diurungkan. Mereka memilih bersabar. Para pedagang klepon itu mencoba membiasakan dengan penurunan pendapatan.

Hingga pada saat pandemi Corona kemarin, omset pedagang klepon itu nyaris habis. Selama 4 bulan, para pedagang klepon hanya bertahan dengan omset perhari antara 1 – 3 kg.

“Baru setelah lebaran kemarin itu, kondisi perdagangan klepon mulai normal, kembali diangka setelah adanya tol itu, antara 16-20 kg perhari, untuk skala pedagang besar. Setelah berita miring dimedsos itu, loh kok omset kita malah naik. kenaikan itu disebabkan karena masyarakat atau pembeli itu pada penasaran. Tapi Kenaikan omsetnya tidak banyak, kira-kira 10 % nan perhari, ” tutur Hj. Maulidiyah.

Pembuat Isu Miring Soal Klepon Harus Diproses Hukum

Sementara itu, Syamsul Hidayat, Tokoh masyarakat Gempol yang juga anggota DPRD Kabupaten Pasuruan berharap supaya pembuat isu miring soal klepon, harus diproses hukum.

Syamsul Hidayat, Tokoh Masyarakat Gempol yang juga anggota DPRD Kabupaten Pasuruan

Klepon merupakan icon Jajanan Kecamatan Gempol selain Pia. Kalau ada yang mengatakan bahwa Klepon termasuk jajanan yang tidak islami terasa lucu, selama ini sdh bukan menjadi rahasia umum bagaimana cara dan proses pembuatan Klepon yang saya kira semuanya melalui proses yang Higienis dan tidak menggunakan bahan yang dilarang, baik oleh dinas kesehatan maupun agama.

“Saya tidak tahu apa maksud dari yang bersangkutan mem-blow up klepon makanan tidak islami ini perlu ditanyakan kepada yang bersangkutan.”

Saya pun sangat kaget makanan tradisional Indonesia klepon dibilang tidak islami. Padahal hingga saat ini juga ulama tidak pernah mempermasalahkan kehalalan klepon.

“Bagi saya ini agak mengagetkan. Klepon dari dulu sampai sekarang ada di kehidupan sehari-hari. Ulama juga tidak pernah mempermasalahkan kehalalan klepon. Kita minta yang bersangkutan harus bertanggung jawab atas apa yang disampaikan,” kata syamsul tegas.

Saya meminta pihak yang pertama kali mem-posting klepon tidak islami itu diusut dan harus bertanggung jawab menjelaskan maksud dari pernyataannya.

“Saya heran kenapa klepon itu tidak islami, pertanyaan apakah yang bersangkutan sudah pernah melakukan penelitian? Lalu yang bersangkutan menemukan bahan-bahan yang dipakai dalam membuat klepon dari sesuatu yang haram dari Allah? Kalau belum, pernyataan itu tidak bertanggung jawab,” tegasnya. (mnr).