Suasana Tasyakuran Kemerdekaan di Desa Tamansari. Dihadiri ribuan warga desa

Pasuruan | JATIMONLINE.NET,- Desa Tamansari, Wonorejo, Pasuruan, desa yang secara geografis agak masuk “kepedalaman” ini, kemarin malam, Minggu (16/8/2020) mendadak berubah jadi hingar bingar.

Pasalnya, desa yang terletak pada sisi selatan dan bersebelahan dengan Desa Cobanblimbing, Wonorejo ini menggelar acara malam tasyakuran kemerdekaan. Hadir dalam acara malam tasyakuran kemerdekaan itu Kepala Desa beserta perangkat, tokoh masyarakat, Kiai, habaib dari Pasuruan, dan warga masyarakat Desa Tamansari.

Acara dimulai setelah sholat isya’ dan berakhir sekitar 22.30 WIB. Diawali dengan pembacaan sholawat diiringi alunan Hadrah, malam tasyakuran kemerdekaan itu berlangsung meriah. Tampak warga masyarakat yang hadir begitu Khidmad menikmati alunan Sholawatan dan Hadrah tersebut.

Kepala Desa Tamansari dalam sambutannya mengatakan, acara tasyakuran kemerdekaan itu sebenarnya telah berlangsung sejak zaman dulu.

Kepala Desa Tamansari, Wonorejo, Mustain Romli, S.Pdi saat menyampaikan sambutan malam tasyakuran kemerdekaan

“Acara tasyakuran kemerdekaan itu sebenarnya sudah dilakukan sejak dari dulu dulu. Kita hanya melanjutkan saja. Dan mudah mudahan untuk kepemimpinan kepala desa selanjutnya, akan terus melestarikan tradisi baik ini,” terang Mustain Romli, Kepala Desa Tamansari.

Soal peringatan kemerdekaan berbentuk yang lain, misalnya orkes, Mustain Romli mengatakan, Desa Tamansari belum pernah merayakan dengan nanggap orkes. “Dan mudah mudahan di Tamansari tidak ada nanggap orkes untuk menggelar tasyakuran kemerdekaan ini. Kita akan tetap mewujudkan, Tamansari sebagai desa yang religius,” terang Mustain Romli.

Soal banyaknya jumlah warga yang hadir, Mustain Romli mengatakan tidak bisa sepenuhnya menerapkan protokol kesehatan.

“Memang seharusnya duduknya jaraknya satu meter. Tapi karena saking banyaknya yang hadir, jarak duduk hanya persenti. Ini karena saking semangatnya warga masyarakat ingin mengadakan malam tasyakuran kemerdekaan yang telah menjadi tradisi di desa ini. Tetapi sarat pemenuhan protokol kesehatan, kita bisa terapkan disisi yang lain. Kita sudah menyiapkan tempat cuci tangan di depan pintu masuk balai desa. Kita juga telah membagikan masker kepada warga Desa Cobanblimbing, untuk dipakai pada acara malam tasyakuran ini,” terang Mustain Romli.

Sementara itu, Habib Umar Bin Muhammad Assegaf asal Pasuruan, dalam ceramahnya menghimbau kepada hadirin, agar mensyukri nikmat berupa kemerdekaan yang telah dimiliki Bangsa Indonesia. “Kita tidak perlu gesekan seperti dulu. Tugas kita hari ini adalah mengisi kemerdekaan ini dengan baik, agar negara kita Indonesia ini menjadi baldatun thoyyibun warobbun ghoffur,” terang Habib Umar ini mengawali ceramahnya.

Habib Umar berpesan, bahwa Indonesia itu tidak bisa dilepaskan dari Islam. Sejak zaman kemerdekaan, lanjutnya, peran dan jasa ulama itu besar kepada Indonesia.

“Sebelum dipilihnya tanggal 17 Agustus sebagai hari proklamasi kemerdekaan, tokoh Indonesia berkonsultasi terlebih dahulu kepada KH. Hasyim Asy’ari, pengasuh Ponpes Tebuireng Jombang. Dan dipilihnya tanggal 17 Agustus 1945 itu bukan angka sembarang. Kiai Hasyim itu ulama. Beliau menentukan tanggal 17 itu bukan secara sembarang,” terang Habib Umar.

Tanggal 17 Agustus, lanjutnya, saat itu adalah bulan romadhon.

“Angka 17 itu juga merupakan simbol jumlah seluruh rakat dalam sholat lima waktu. 17 romadlon itu tanggal dimana Alquran pertama kali diturunkan,” tegas Habib Umar.

Kemerdekaan indonesia, kata Habib Umar, tidak lepas dari campur tangan Tuhan. Ada doa dari para ulama dan santri. Ada tetesan dari situ.

“Karena itu, siapa saja yang tidak bisa menjaga indonesia atau berbuat tidak baik terhadap Indonesia, mestinya ia harus malu kepada bapak bapaknya kepada leluhur leluhurnya yang telah menumpahkan darah untuk kemerdekaan Indonesia ini,” jelas Habib Umar. (mnr).