Muhammad Zaini, Petrrnak ayam di Pasuruan yang juga Anggota DPRD

Pasuruan | JATIMONLINE.NET,- Soal naik turunnya harga ayam potong adalah hal yang biasa dalam dunia ekonomi. Namun jika turunnnya harga ayam itu sampai merugikan salah satu rantai ekonomi, dalam hal ini adalah ditingkat peternak, tentu hal demikian harus segera dicari solusinya.

Turunnya harga ayam ditingkat peternak itu seperti “sego jangan” dirasakan oleh peternak ayam potong. seperti yang dialamai oleh Muhammad Zaini, peternak ayam potong asal Bangil, Pasuruan ini sudah kenyang dengan asam garam dunia peternakan ayam potong.

Peternak ayam potong yang juga anggota DPRD Kabupaten Pasuruan ini merasa heran, soal naik turunnya harga ayam ditingkat peternak yang merugikan peternak itu berlangsung lama, namun sampai hari ini pemerintah masih belum bisa menemukan siapa sebenarnya dalang yang menaik turunkan harga ayam tersebut.

“Soal turunnya harga ayam yang merugikan peternak itu sebenarnya bukanlah hal baru. itu berlangsung lama. bahkan jauh sebelum pandemi ini. Jika turunnya harga itu pas pandemi saja kita bisa memakluminya karena ekonomi memang lagi sulit. Daya beli masyarakat lagi menurun. tapi kenyataannya tidaklah demikian,” terang Zaini, panggilan akrabnya Muhammad Zaini.

Zaini menambahkan, harga ayam potong sebelum pandemi ini jatuh hingga Rp 9 ribu – Rp 10 ribu/kg ditingkat peternak. “Harga jatuh ditingkat peternak itu berlangsung lama. Kita sebenarnya cuma heran saja. Siapa sebenarnya yang mempermainkan harga ayam ini sehingga peternak ayam potong seringkali mengalami kerugian,” jelasnya.

Jika harga ayam potong itu normal, lanjutnya, maka peternak ayam itu akan mengalami selisih keuntungan. Normalnya harga ayam ditingkat peternak itu, tambahnya, berkisar antara harga Rp 18 ribu/kg.

Saat ini, meski ada kenaikan harga ditingkat peternak, namun dirasa Zaini masih belum memenuhi standar normal harga ditingkat peternak. Dari harga Rp 12 ribu/kg harga kemarin, kini beranjak naik menjadi Rp 15 ribu/kg ditingkat peternak. sementara harga ayam ditingkat pedagang, berkisar antara Rp 28 ribu – Rp 29 ribu/kgnya.

Dalah satu pedagang ayam di Pasar Wonorejo, Pasuruan

Zaini menduga, anjloknya harga ayam ditingkat peternak itu diakibatkan oleh kelebihan stok ayam ditingkat produksi. sebagaimana hukum pasar, suplay and demandnya tidak seimbang, jika permintaan pasar berlebihan, produksi berkurang, maka harga barang akan naik.

“Begitu juga ini. Karena stoknya berlebih, kebutuhannya berkurang, maka harga ayam ditingkat peternak akan jatuh. itu yang seringkali menimpa peternak,” terang Zaini.

Sebagai peternak, Zaini hanya bisa berharap, semestinya pemerintah bisa membuat peraturan yang bisa mengontrol jumlah produksi sehingga tidak membanjiri pasar. Ditingkat DOC, pemerintah seharusnya bisa membuat aturan yang mengukur antara jumlah kebutuhan dengan produksi.

“Soal peternak integrator besar atau industri peternakan yang “produksinya” ratusan ribu seharusnya tidak masuk ke pasar becek atau pasar tradisional sehingga tidak merusak harga ditingkat peternakan rakyat. Kita memang tidak bisa membuktikan itu, tetapi kita juga tidak bisa membatasi pedagang untuk membeli ayam dari mana saja. Kalau tidak ada regulasi yang mengatur itu, maka akan terjadi persaingan harga yang tidak sehat,” terangnya.

Karena jatuhnya harga ayam yang merugikan peternak itu, bagi peternak ayam rakyat atau kemitraan, akhirnya mengalami kemundurun produksi.

“Jika saat normal bisa satu bulan sekali memasukkan bibit atau DOC, karena harga jatuh akhirnya mundur dua bulan bahkan tiga bulan baru memasukkan bibit lagi,” jelasnya. (mnr).