Dari kiri, Mohammad Sholeh (pengacara kondang), KH. Saifullah Arif Billah, pakai udeng hitam dan sorban putih (Pengasuh Ponpes Singa Putih Almunfaridin), Profesor Dr. Imam Suprayogo, Rektor UIN Maulana Malik Ibrahim, juga penasehat pendidikan di Sekolah Unggulan Singa Putih Al Munfaridin. Dan paling kanan, pengurus pesantren

Pasuruan | JATIMONLINE.NET,- Pondok Pesantren Singa Putih Almunfaridin, Sentong, Lumbungrejo, Prigen, Pasuruan, Senin malam, pukul 19.30 (1 Maret 2021) mengadakan sarasehan daring dengan menghadirkan Nara sumber Duta Besar RI di Colombia, Dr. Priyo Iswanto, MH.

Beredarnya kabar pesantren yang berlokasi jauh dari keramaian ini sempat membikin heboh dan bangga para pengurus dan dewan guru Sekolah Unggulan Pesantren Modern Singa Putih Almunfaridin.

Sekedar diketahui, Pesantren Singa Putih Almunfaridin adalah Pesantren yang berdiri sekitar tahun 1992. Awalnya, pesantren yang terletak di kaki perbukitan dan dikelilingi jurang itu, bercorakkan salaf murni.

“Namun dalam perkembangannya, Pesantren Singa Putih Almunfaridin menambah pendidikannya dengan mendirikan Tsanawiyah dan Aliyah unggulan. Itu dilakukan setelah empat tahun dalam perjalanannya setelah berdiri.” Demikian disampaikan Mohammad Sholeh, SH, pengacara kondang, yang merupakan jama’ah KH. Saifullah Arif Billah, yang pada saat itu didapuk sebagai pembawa acara sarasehan.

Dari sisi geografis, Pesantren Singa Putih Almunfaridin memang jauh dari keramaian. Untuk memasuki lokasi area pesantren, harus memasuki perkampungan yang jalannya naik turun.

Tepat setelah masuk jalan setapak menuju area pesantren, jalan tikungan menurun yang dikanan kirinya jurang dan perbukitan. Namun begitu, meski letaknya jauh dari keramaian dan jika malam hari nampak seperti dikelilingi hutan, Pesantren yang dipimpin oleh Kiai antik ini, tamu dan jama’ahnya sangat banyak sekali dari penjuru Jawa timur.

Aula Pesantren Singa Putih Munfaridin lantai 3, nampak megah meski di malam hari

Ketika acara sarasehan melalui aplikasi zoom tersebut, banyak tamu dan jama’ah KH. Saifullah Arif Billah datang dari penjuru Jawa Timur. Ada yang dari Malang, Sidoarjo, Surabaya dan masyarakat sekitar Pasuruan.

Dalam paparannya, Profesor Dr. Imam Suprayogo yang didapuk untuk menyampaikan pengantar sarasehan, menyampaikan harapannya kepada Dr. Priyo Iswanto, MH supaya berbagi cerita dan pengalaman, supaya rekam jejak yang baik serta semangat juang untuk menggapai cita-cita yang tinggi itu bisa diteladani bagi para hadirin yang hadir dalam sarasehan, utamanya santri Pesantren Singa Putih Almunfaridin.

Prof Imam, demikian ia akrab disapa menambahkan supaya Dr. Priyo Iswanto, MH menyampaikan kepada para santri kalau bumi ini bulat.

“Kalau Pak Dubes yang menyampaikan kepada santri bahwa bumi itu bulat, mungkin santri-santri ini percaya karena Pak Dubes ini kan sudah keliling dunia. Dan pada hari ini para santri menjadi tahu, kalau di Jatim hari ini adalah malam, sedangkan di Colombia adalah pagi,” ujar Prof Imam dengan nada bercanda.

Dalam paparan melalui aplikasi zoom, Dr. Priyo Iswanto, MH menuturkan kalau segala sesuatu termasuk cita cita, itu harus ditempuh dengan sungguh-sungguh.

Dr. Priyo Iswanto, MH, Dubes RI untuk Colombia, dalam sarasehan melalui aplikasi zoom di Pesantren Singa Putih Almunfaridin

Kaitannya untuk memberi motivasi para santri, bahkan Dr. Priyo Iswanto bercerita tentang masa kecilnya saat menempuh pendidikan formalnya, yang ternyata penuh dengan keterbatasan biaya. Tokoh asal Kudus yang sukses keliling dunia bekerja sebagai Dubes diberbagai negara ini, memberikan motivasi kepada santri, bahwa segala sesuatu itu bisa dibicarakan dan cita-cita itu bisa diraih dengan kesungguhan meski dengan penuh keterbatasan.

“Saat saya sekolah SMP, saya bahkan pernah nunggak SPP sampai 4 bulan karena memang orang tua saya tidak mampu. Saat itu bahkan saya diancam tidak bisa mengikuti ujian gara-gara tidak bisa bayar SPP sampai 4 bulan,” cerita Dr. Priyo mengenang.

Karena kuatnya keinginan, akhirnya Dr. Priyo waktu usia SMP itu, melobi Kepala Sekolah SMP di tempatnya agar diperbolehkan mengikuti ujian.

“Waktu itu bahkan saya dengan penuh semangat, ngonteli (naik sepeda ontel) dari rumah saya menuju rumah Kepala Sekolah SMP saya, jauhnya kira-kira 3 km an. Saat itu saya lobi ke Kepala Sekolah. Minta tolong Pak, supaya saya diperkenankan untuk mengikuti ujian sekolah. Saya belum bayar SPP itu karena memang orang tua saya tidak punya. Nanti kalau ada uang, SPP nya akan saya bayar pak. Tolong saya diikutkan ujian pak, nah nanti rapotnya saja yang ditahan tidak apa-apa,” cerita Dr. Priyo mengenang.

Dr. Priyo menambahkan, “Mendengar diplomasi saya waktu itu, ternyata Kepala Sekolah SMP saya luluh juga. Dan memperkenankan saya untuk mengikuti ujian. Jadi apa yang saya sampaikan ini adalah gambaran, bahwa segala sesuatu itu bisa dibicarakan. Dan kepada para santri supaya tidak mudah menyerah dalam menggapai cita-cita yang tinggi,” tegasnya.

Setelahnya sukses melobi Kepala Sekolah itu, Dr. Priyo kecil pulang mengayuh sepeda ontelnya dengan siul-siul. Dalam hati Dr. Priyo bergumam, kalau dirinya tidak diikutkan ujian, maka Sekolahnya tidak akan mendapatkan prestasi dengan sekolah yang lain, karena meski dalam keterbatasan ekonomi, Dr. Priyo termasuk siswa yang cerdas yang selalu mendapatkan prestasi, meski oarng tuanya serba kekurangan. (mnr). (Bersambung).