Mojokerto | JATIMONLINE.NET,- Kasus pungutan berkedok sumbangan kerap mewarnai dunia pendidikan kita. Hal yang sebenarnya banyak dikeluhkan masyarakat, wali murid peserta didik pada sekolah tertentu. Namun untuk mengungkap hal seperti itu banyak wali murid yang tidak berani karena takut berakibat pada perkembangan sekolah anaknya.

Sekolah Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 1 Mojokerto saat ini lagi didera isu pungutan sekolah itu. Beberapa wali murid sekolah MAN 1 Mojokerto kelas 2 yang menemui wartawan media ini adalah, Rahmad, Dwi dan Sulfiah. Ketiganya mengeluhkan banyaknya pungutan yang terjadi pada Sekolah MAN 1 Mojokerto.

“Kami ini sebenarnya mewakili dari teman-teman sesama wali murid lainnya yang mengeluhkan banyaknya pungutan yang dilakuan oleh pihak sekolah MAN 1 Mojokerto melalui Komite Sekolah. Sumbangan itu seharuskan bersifat sukarela, tetapi ini nominalnya ditentukan dan jumlahnya banyak. Kalau nominalnya ditentukan itu bukan lagi sumbangan, tetapi itu adalah pungutan. Sumbangan itu sukarela. Harusnya itu tidak boleh dilakukan pihak sekolah, meskipun melalui Komite Sekolah,” ujar Rahmad, salah satu perwakilan wali murid MAN 1 Mojokerto.

Rahmad, Wali Murid Kelas 2 MAN 1 Mojokerto

Seperti diketahui, sebelum penerimaan rapot, pihak sekolah MAN 1 Mojokerto, melalui Komite Sekolah mengeluarkan keputusan agar wali murid membayar sejumlah uang DPS (Dana Pengembangan Sarana) untuk pembangunan 3 lokal kelas. Surat dari Komite Sekolah tersebut isinya adalah meminta kesanggupan wali murid agar membayar sejumlah uang antara Rp 2.000. 000, Rp 1.750.000 dan Rp 1.500.000.

“Saya merasa janggal dengan sumbangan itu karena nominalnya kok ditentukan pihak sekolah. Harusnya sumbangan itu kan bersifat sukarela. Memang pernah digelar rapat Komite Sekolah. Namun soal nominal kok pihak Komite Sekolah tidak mengakomodir keluhan kami para wali murid. Tiba-tiba kok nominalnya ditentukan sebanyak itu. Itukan kesannya bukan lagi sumbangan, tetapi itu adalah pungutan,” terang Rahmad.

Blangko sumbangan/infaq yg dipaksakan

Dikonfirmasi media ini, Kasmuin, Ketua LSM CePAD Jawa Timur mengungkapkan, soal sumbangan untuk sekolah itu, memang ada peraturan yang membolehkannya. Namun itu harus melalui Komite Sekolah. Komite Sekolah, Kata Cak Kasmuin, panggilan akrabnya, statusnya menjembatani atau memfasilitasi wali murid.

Komite Sekolah juga bisa melakukan penggalangan dana kepada wali murid dalam Rangka membantu memberikan ruang partisipasi kepada wali murid untuk membantu pihak sekolah dalam hal dukungan tenaga, sarana dan prasarana serta pengawasan pendidikan.

Kasmuin, Ketua LSM CePAD Jawa Timur

Namun begitu, Cak Kasmuin menggaris bawahi bahwa penggalangan dana yang bersifat sumbangan dari wali murid tersebut tidak untuk pembangunan fisik. “Kalau sumbangan wali murid peruntukannya pembangunan fisik itu yang tidak boleh. itu skema penganggarannya dari pemerintah. Sumbangan wali murid yang digalang Komite Sekolah itu yang bersifat bukan perencanaan. Misalkan seperti bantuan untuk penyelenggaraan HBN (Hari Besar Nasional),” terang Cak Kasmuin

Ketentuan antara sumbangan dan pungutan itu dijelaskan dalam Permendikbud No 75 Tahun 2016 dalam pasal 10 ayat (2) disebutkan bahwa bahwa penggalangan dana dari sumber daya pendidikan lainnya sebagaimana dimaksud, berbentuk bantuan/ atau sumbangan, bukan berbentuk pungutan. Lalu apa yang menjadi perbedaan antara bantuan, sumbangan dan pungutan?

Bantuan pendidikan merupakan pemberian berupa uang/barang/jasa oleh pemangku kepentingan satuan pendidikan diluar peserta didik atau orang tua/wali murid dengan syarat yang disepakati para pihak. sedangkan sumbangan pendidikan bersifat sukarela.

Disamping pungutan untuk pembangunan lokasi kelas tadi, wali murid tadi juga mengeluhkan soal banyaknya uang daftar ulang. Rp 1.543.000 dengan rincian Rp 830.000 di Komite Sekolah. Ro 585.000 bayar buku. Foto ijazah Rp 50.000. Simpanan wajib Rp 15.000. Atribut Rp 5.000 Buku akal Rp 60.000. Total Rp 1.543.000. Dan itu belum termasuk bayar sekolah Rp 420.000. (mnr).