Haidar Munjid, Ketua Bawaslu Kabupaten Sidoarjo

Sidoarjo | JATIMONLINE.NET,- Meski didesak PBNU dan PP Muhammadiyah, Pemerintah tetap memberi sinyal kalau pilkada yang sedianya dilaksanakan tanggal 9 Desember 2020 akan jalan terus.

Desakan PBNU untuk menunda pilkada serentak ini argumentasinya kuat sekali. Hihdzul Nafs atau melindungi nyawa itu adalah bagian dari sesuatu yang penting yang harus diutamakan, mengingat masa pandemi covid-19 itu masuk pada tingkat yang membahayakan.

Sudah diketahui umum, bahwa dalam beberapa hal, pada tahapan pilkada sangat sulit menghindari adanya kerumunan. Mulai pendaftaran, penetapan, adalah hal yang sangat sulit menghindari kerumunan meski beberapa peraturan ditetapkan untuk menghindari kerumunan itu.

Disamping itu, berkaitan dengan sosialisasi dan kampanye Calon Bupati dan Wakilnya sulit sekali menghindari kerumunan massa. Amin Hidayat, warga masyarakat Desa Kalidawir, Tanggulangin menyaksikan sosialisasi yang dilakukan salah satu Bakal Calon Bupati di Tanggulangin bahkan dihadiri banyak orang. Diperkirakan mencapai 300 orang lebih.

Dikonfirmasi soal pelanggaran kampanye tatap muka yang melanggar protokol kesehatan, Haidar Munjid, Ketua Bawaslu Kabupaten Sidoarjo mengatakan tidak bisa menindak kampanye tatap muka yang melanggar protokol kesehatan.

Menurut Ketua Bawaslu yang mantan Ketua PC PMII Sidoarjo ini tidak ada payung hukum yang mengatur Bawaslu bisa menindak kampanye yang melanggar protokol kesehatan.

“Payung hukumnya belum ada. PKPU (Peraturan KPU) masih belum turun soal tindakan apa bagi Bawaslu untuk memberikan sanksi pagi kontestan pilkada yang melanggar protokol kesehatan,” jelasnya.

Soal pelanggaran protokol kesehatan, lanjut Munjid, panggilan karib Ketua Bawaslu ini, telah diatur dalam Undang – Undang No 6 Tahun 2018 Tentang Karantina Kesehatan. “Kalau turunannya UU karantina kesehatan ke Pergub atau Perbup, yang bisa melaksanakan penindakan itu sebenarnya adalah Satpol PP atau polisi. Tetapi lagi lagi ya itu, mereka akan mengembalikannya ke Bawaslu karena itu perkaitan dengan Pilkada,” terang Munjid lagi.

Kampanye atau sosialisasi pilkada ditengah pandemi ini memang merupakan fenomena baru. Satu sisi kontestan pilkada dituntut keadaan harus membuktikan disetiap kegiatan atau sosialisasi dan kampanye yang diikuti banyak orang. Banyak orang yang hadir, bisa dicitrakan sebagai respon masyarakat pada program programnya. Begitu juga sebaliknya, jika sosialisasi atau kampanye kontestan itu sepi peminat, ia akan takut diklaim publik sebagai gagal membangun image program kerakyatannnya.

Sementara disatu sisi juga, jika kebanyakan orang yang mengikuti kegiatan, atau melebihi dari 200 orang diruang terbuka, takut dianggap melanggar protokol kesehatan.

Meski sampai saat ini, belum pernah ada ditemukan kurumunan massa dalam sosialisasi Bakal Calon Bupati, ditindak oleh Satpol PP, Polisi atau Bawaslu.

Lebih lanjut Haidar Munjid mengutip Maklumat Kapolri yang ditetapkan pada tanggsl 21 Septembar 2020, supaya setiap kontestan pilkada melaksanakan ketentuan dalam menjaga protokol kesehatan. (mnr).