Diduga Belum Kantongi Ijin, Pembangunan Tower di Desa Kedungboto, Porong, Sidoarjo Disoal Warga
Sidoarjo | JATIMONLINE.NET,- Kasak kusuk seputar pendirian Tower atau Menara Telekomunikasi BTS (Base Transceiver Station) di Desa Kedungboto, Porong, Sidoarjo kini menjadi perbincangan hangat warga. Pasalnya, pendirian Tower yang dibangun di atas tanah desa atau TKD (Tanah Kas Desa) tersebut belum melalui prosedur sosialisasi dengan warga.
Salah seorang warga, mantan pengurus BPD (Badan Perwakilan Desa) Kedungboto yang tidak mau disebutkan namanya, menjelaskan kalau proses pendirian Tower itu bemasalah. Mengingat pendirian itu tidak melalui sosialisasi warga.
Mantan anggota BPD Kedungboto itu menuturkan, selama ini memang ada pertemuan RT dan pihak Pemerintah Desa, namun tidak layak disebut sosialisasi karena sifatnya hanya pemberitahuan.
“Sudah saya cek ke pihak RT yang diundang ke balai desa. Itu ya tepatnya hanya pemberitahuan. Bukan sosialisasi, karena yang diundang dalam Rangka itu tidak memenuhi unsur warga yang mewakili, hanya pemberitahuan saja. Jadi dalam pertemuan itu, yang diundang tidak diajak membahas bagaimana enaknya dalam proses pendirian tower di tanah TKD, ” terang mantan pengurus BPD Kedungboto itu.
Mantan anggota BPD Kedungboto itu menduga kuat kalau pendirian tower itu bodong. “Hal itu dikarenakan warga masyarakat tidak diberi sosialisasi. Tidak mengetahui berapa nilai kontrak penyewaan tanah TKD, dan disewa sampai berapa tahun. Semua warga seharusnya mengetahuinya. Setelah saya kroscek, ternyata RT yang diundang perkumpulan itu tidak mengetahuinya,” tegasnya.
Karena persetujuan warga itu belum didapat, lanjutnya, maka patut diduga kalau izin pendirian bangunan Tower ke Pemda atau dinas terkait juga bermasalah.
“Saya bersikukuh bahwa izin dari dinas terkait itu bermasalah karena Pemerintah Desa belum mengantongi izin dari masyarakat. Itu saya cek ke RT, dan mereka tidak tahu. Seharusnya kan ada perjanjian hitam diatas putih atau perjanjian tertulis, antara Pemerintah Desa dan Provider dengan Masyarakat. Baru kemudian diurus izinnya ke dinas terkait. Yang terjadi tidak seperti itu. Lha wong RT yang hadir saja tidak mengetahui ketika ditanya, berapa harga sewa lahannya, berapa tahun kontraknya. Mereka hanya diberitahu saja kemudian diberi uang kompensasi,” jelasnya.
Sampai hari ini, lanjutnya, masyarakat semakin santer berkasak kusuk terkait pendirian tower itu. “Namun masyarakat tidak berani saja untuk melangkah, misalkan demo ke pemerintahan desa. Masih pekewoh. Menunggu siapa yang berani memulai dulu,” tutur mantan anggota BPD Kedungboto itu kesal. (mnr).
Tinggalkan Balasan