petani dan santri Riyadul Jannah Pacet, Mojokerto saat panen ketela

Mojokerto | JATIMONLINE.NET,- Seperti sudah menjadi tradisi, tiap kali masa panen, harga komoditas pertanian akan turun. Seperti yang dialami oleh petani ketela di Pacet Mojokerto. Pacet, daerah yang terkenal dengan penghasil ketela ini, pada bulan Februari 2021 ini mengalami masa panen raya ketela.

Namun kali ini, nasib petani ketela di Pacet, Mojokerto benar – benar ambyar. Alih – alih mendapatkan keuntungan yang proporsional sesuai biaya produksi yang dikeluarkan, justru yang didapat malah sebaliknya.

Ditingkatan petani, ketela petani Pacet, Mojokerto ini dibeli oleh tengkulak dengan harga antara Rp 200 – 350/kg. Ambyar. Kenyataan ini membuat nasib petani ketela sangat terpukul.

Kenapa tengkulak membeli ketela ditingkatan petani dengan harga yang sangat murah? Apa maksud tengkulak membeli ketela dengan harga yang tidak manusiawi itu?

Mashudi, salah satu tokoh masyarakat Pacet menuturkan, faktor jatuhnya harga ketela ditingkatan petani itu karena serapan pasar tidak memadai. Sementara jumlah ketela yang dipanen dibulan Februari ini mencapai 1000 ton.

“Kalau saya melihatnya tidak ada maksud tertentu dari tengkulak membeli ketela dengan harga yang sangat murah itu. Antara Rp 200 – 350/ kg. Meski harus diakui, setiap kali masa panen raya, harga komoditas tertentu itu mengalami penurunan. Itu adalah hukum pasar. Hukum suplay and demand. Jika jumlah barang berlebih, kebutuhannya sedikit, maka harga akan jatuh,” terang Mashudi.

Namun Mashudi yang juga pengurus ACT (Aksi Cepat Tanggap) ini menambahkan, dengan harga sampai Rp 200 – 350/kg adalah harga yang sangat murah sekali. “Itu disebabkan karena pasar ketela sangat lesu. Daya beli masyarakat sangat menurun. Karena kalau ketela yang sudah masuk masa panen, kok tidak dipanen, ketelanya akan busuk. Maka petani akhirnya menyerah ketelanya dibeli dengan harga segitu,” tutur Mashudi.

Mbah Dasim, petani ketela asal Pacet Mojokerto

Seperti yang dialami Dasim, salah satu petani ketela di Pacet Mojokerto. Menurut petani yang akrab disapa Mbah Dasim ini, pembelian harga ketela oleh tengkulak dirasakannya sungguh sangat keterlaluan. Ketela yang ia tanam dan rawat selama 5 bulan itu, cuma dibeli oleh tengkulak dengan harga antara Rp 300 – 350/kg.

“Baru kali ini ketela yang saya panen dibeli dengan harga yang sangat tidak wajar. Biasanya pas panen raya itu dibeli dengan harga Rp 3000/kg. Terkadang dengan harga Rp 4000/kg ditingkatan petani. Namun saat ini dibeli hanya Rp 300 an,” terang Mbah Dasim.

Mbah Dasim menambahkan, untuk tahun ini, usahanya menanam ketela Ambyar, jatuh berkeping keping. Biasanya, sekali masa panen ketela ia mendapatkan uang Rp 18 juta. Namun kali ini ia hanya mendapatkan uang Rp 3 juta.

Dibeli Dengan Harga Rp 1000/kg, ACT Selamatkan Petani Ketela Pacet, Mojokerto

Naufal Bunyamin, Kepala Cabang ACT Sidoarjo

Melihat fenomena tersebut, ACT (Aksi Cepat Tanggap) Yayasan Sosial yang bergerak di bidang kemanusiaan, membantu petani ketela Pacet, Mojokerto dengan membeli ketela dengan harga Rp 1000/kg.

Melalui informasi yang dikeluhkan petani ketela di Pacet Mojokerto, ACT dan YP3I (Yayasan Penguatan Peran Pesantren Indonesia) mengecek kondisi riel petani ketela.

Menurut Naufal Bunyamin, Kepala Cabang ACT Sidoarjo, petani ketela yang ada di Pacet Mojokerto ini harus diselamatkan dari kepunahan.

“Kalau pembelian harga ketela ditingkat petani cuma antara Rp 200 – 350/kg, petani akan mengalami kerugian dan hancur berkeping keping. Karena itu ACT mengambil inisiatif untuk membeli ketela petani di Pacet itu dengan harga Rp 1000/kg sudah ada gairah bagi petani dan keberlangsungan supaya kedepan petani bisa kembali melakukan produktifitas,” terang Naufal.

Dalam program selamatkan petani ketela Pacet Mojokerto ini ACT bekerja sama dengan YP3I (Yayasan Penguatan Peran Pesantren Indonesia). YP3I adalah yayasan yang didirikan oleh almarhum KH. Sholahuddin Wahid, yang bergerak di bidang penguatan peran Pondok Pesantren dalam bidang kemandirian ekonomi.

Naufal menuturkan, program selamatkan petani ketela Mojokerto itu sudah melalui saran dan konsultasi dari KH. Mahfudz Saubari, Pengasuh Pondok Pesantren Riyadul Jannah, Pacet Mojokerto, yang juga sebagai Ketua Dewan Pembina YP3I.

Pendistribusian ketela ke salah satu ponpes di Sidoarjo

Dalam kerja sama tersebut, ketela yang dibeli ACT tersebut akan dibagikan ke pondok pesantren di Jawa Timur. Masing masing pesantren yang mendapatkan bantuan ketela itu atas rekomendasi YP3I dan ACT.

Hingga saat ini, lanjut Naufal, ACT telah membeli ketela petani di Pacet sudah mencapai Rp 250 ton. “Ini pembelian ketela targetnya adalah 1000 ton. Saat ini kita masih membeli ketela petani 250 ton. Pembelian ketela itu secara bertahap disesuaikan masa panen ditingkatan petani,” tutur Naufal.

Pemberian bantuan ketela ke Pondok Pesantren tersebut jumlahnya bervariasi. Ada yang 7 kwintal hingga 1 ton. Adapun rencana sebaran distribusi ketela di Jawa Timur tersebut, Surabaya 13 pesantren, Sidoarjo 22 pesantren, Pasuruan 9 pesantren, Madiun 11 pesantren, Kediri 7 pesantren, Jember 12 pesantren, Semarang 5 pesantren, Jogja 4 pesantren, Magelang 4 pesantren, Gresik 3 pesantren, Bojonegoro 3 pesantren, Tuban 3 pesantren, Jombang 20 pesantren dan LDII Jatim.

Sedangkan untuk pesantren di wilayah Sidoarjo, per Jum’at kemarin sudah terdistribusi 7 pesantren. Diantaranya adalah Ponpes Alhabibah, Tulangan, 0,9 ton, Ponpes Nurul Islam Krembong 0,9 ton, Ponpes Darul Fikri SMP , Sukodono 0, 7 ton, Ponpes Darul Fikri SMA Anggaswangi, Sukodono, 0,7 ton. Ponpes Al Nahdliyah Sukodono 0,8 ton. Ponpes Attaqwa Wonoayu 0,8 ton.

Sedangkan Ponpes Alkhoziny Buduran Sidoarjo, 1 ton dan Alfatah 2 ton (bertahap dua kali) didistribusikan pada hari Ahad tanggal 14 Februari kemarin.

Menurut Naufal, pendistribusian ketela ke Pondok Pesantren tersebut diharapkan bisa menjadi modal pondok pesantren dengan diolah menjadi berbagai macam makanan olahan untuk menjadi sumber ekonomi pondok pesantren. (mnr).