Aminurrokhman, DPR RI Fraksi Nasdem Bersama Rektor IKIP Wiranegara Dalam Acara Diskusi Dan Sosialisasi 4 Pilar Di IKIP Wiranegara Pasuruan

Pasuruan,- “Yang mengusulkan RUU HIP (Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila) adalah DPR RI Fraksi PDIP. Awalnya dalam pembahasan di Prolegnas hingga ditetapkan sebgai RUU memang tidak ada kontroversi. Namun setelah jadi Draf RUU HIP dan beredar di DPR dan masyarakat, sikap fraksi-fraksi di DPR banyak yang bergeser,” kata Aminurrokhman, Anggota DPR RI Fraksi Nasdem disela-sela acara diskusi Sosialisasi 4 Pilar di Aula IKIP Wiranegara, Pasuruan, 20/06/2020.

Disamping banyak Ditolak masyarakat, terutama NU, Muhammadiyah dan MUI yang begitu lantang menyoroti RUU HIP, Fraksi Nasdem juga menyoroti RUU HIP karena tidak memasukkan Tap MPRS No.XXV Tahun 1966 menjadi konsideran dalam RUU HIP tersebut.

Tap MPRS No.XXV Tahun 1966 itu, kata Amin, panggilan akrab anggota DPR yang juga mantan Walikota Pasuruan dua periode ini, merupakan subtansi larangan terhadap paham PKI (Partai Komunis Indonesia).

“Sekarang ini kan isunya kan lagi ramai soal PKI mau hidup kembali di Indonesia,” cetus Aminurrokhman.

“Yang kedua, kita ingin Pancasila itu sebaiknya tetap sebagai sumber dari segala sumber hukum di Indonesia. Kalau Pancasila itu dimasukkan dalam norma hukum dalam Undang-Undang, itu akan mendegradasi posisi pancasila,” tegas Amin.

Biarlah Pancasila itu, lanjutnya, sebagai ideologi yang terbuka dan selalu ada didalam suasana apapun, implementasinya disesuaikan dengan zaman.

Kenapa? Karena ada sesuatu yang ingin dinilai oleh masyarakat. “Bahwa Pancasila itu sudah tidak zamannya lagi diotak-atik,” sergah Amin.Dengan demikian, lanjutnya, jika pemerintah tidak berkenan untuk membahas RUU HIP, ya bisa tidak jadi.

“Pemerintah dengan bahasanya yang halus, supaya menunda dulu membahas RUU HIP, supaya mendengarkan aspirasi masyarakat dulu. Disamping itu fraksi-fraksi di DPR juga ada yang menolak,” jelasnya menambahkan.

Selain itu, kata Amin, RUU HIP itu masih berupa rancangan, tahapannya masih panjang . Setelah masuk di Baleg (Badan Legislasi), terus masuk di Panja (panitia Kerja).

“Masuk di Panja itu dibahas lagi. Nah dibahas lagi itu harus menghadirkan pemerintah. Pemerintah mau apa tidak membahas itu. Kalau pemerintah ingin menunda dulu, ya berarti RUU HIP bisa tidak dibahas,” terang Amin lagi.

Dengan banyaknya tekanan dari masyarakat seperti NU yang secara tegas mempermasalahkan Pancasila menjadi Trisila atau Ekasila, Juga Muhammadiyah dan MUI, Amin menggaris bawahi bahwa itu bisa menjadi pertimbangan pemerintah untuk tidak membahas RUU HIP.

“Jika itu menjadi aspirasi yang sangat kuat, bisa-bisa tidak dibahas oleh Pemerintah. Dan itu bisa terjadi. Karena dalam membahas RUU, daftar isian Masalah (DIM) harus dari Pemerintah dan legislatif. Jadi harus dari keduanya. Tidak bisa DIM-nya itu dibahas hanya salah satu unsur saja,” jelasnya. (mnr).