Kenzie, 4 tahun, warga Nongko Jajar, Pasuruan yang sekolah di Playhouse Parent and Childcare Center, Queensland, Australia

Australia,- Dibanding dengan negara-negara maju di dunia, barangkali Australia adalah negara yang mujur, hanya sedikit warganya yang terpapar covid-19. Hingga Juni 2020, di Queensland negara bagian Australia, tercatat hanya 18 yang terpapar covid-19.

Tes covid-19 terakhir, dinyatakan Nol yang terkena covid-19. Kini anak-anak kecil sudah bisa masuk sekolah. Demikian disampaikan oleh Fitri.

Fitri Hariana Oktaviani, 38, adalah warga Nongko Jajar Pasuruan yang kini menyelesaikan program PhD-nya (S3) di University Of Queensland, Australia.

Sejak itu pula, kata Fitri, panggilan akrabnya, pembatasan sosial dibuka, membuat siswa termuda dan tertua di Queensland bisa kembali ke sekolah.

Seperti dikutip dari abc.net.au, hampir seperempat juta siswa termuda dan tertua di Queensland kembali ke sekolah pada Senin pagi ketika pembatasan Coronavirus dicabut. Sekolah melakukan pemutaran film covid-19 versi mereka sendiri ketika siswa kembali sekolah.


Baca Juga : Jumlah Terkonfirmasi Positif Covid-19 Sedikit, Warga Australia Tidak Diwajibkan Memakai Masker


Banyak siswa melakukan tes suhu sebelum kedatangan mereka kembali ke kelas. Sementara sekolah yang lain menyaring siswa dengan pertanyaan untuk memastikan semuanya cukup baik untuk hadir.

Fitri yang kini tinggal di Suburb, St.Lucia Kota Brisbane, Queensland dan juga mengajar, sebagai asisten dosen di Business School itu menuturkan, sebagai negara maju, Australia dikenal sebagai negara yang mempunyai masyarakat yang punya disiplin tinggi. Sehingga soal penerapan menjaga jarak sosial itu bisa diterapkan dengan baik.

Soal sekolah untuk anak, Fitri menuturkan, kalau di setiap negara bagian Australia itu berfariasi. Di Queensland, anak usia 3,5 – 5 tahun sudah bisa masuk sekolah Kindy/Kindergarten atau TK.

Sedangkan yang bisa dimasukkan Childcare (penitipan anak) sejak usia 6 bulan hingga 5 tahun.

“Sejak usia 1,5 tahun, Kenzie anak saya, saya masukkan di Childcare (penitipan anak). Berbeda dengan di Indonesia yang biasanya keluarga memiliki pembantu atau suster untuk merawat anak. Masyarakat Australia tidak memiliki pembantu. Jadi ketika orang tua bekerja, anak usia dibawah 5 tahun, bisa dititipkan di Childcare tadi.

Fitri Hariana Oktaviani, 38, (kiri) Warga Nongko Jajar Pasuruan, Jatim, foto bersama keluarga di depan kampus University Of Queensland Australia

Soal biaya penitipan anak, lanjut mahasiswa S3 yang juga dosen fakultas komunikasi di UNIBRAW Malang ini, bisa dibilang tergolong mahal jika tidak ada subsidi dari pemerintah. Jika biaya sendiri atau mahasiswa asing yang membawa keluarganya, bisa sangat mahal. Bisa mencapai 90 – 110 AUD atau Dolar Australia (setara Rp 9,785/ 1 AUD ) per hari atau setara Rp 88.650 – Rp 107.635 perhari. Maksimal 10 jam dalam sehari.

“Tetapi untuk warga negara dan penduduk tetap, disubsidi oleh pemerintah. Biaya subsidi tergantung besarnya penghasilan. Karena PhD saya disponsori oleh AAS (Australia Awards Scholarship) -melalui DAFT/Deplu Australia- maka saya termasuk mahasiswa yang beruntung karena mendapat subsidi untuk Childcare dan PAUD anak saya. Besar subsidi hingga 85 % tergantung penghasilan. Misalnya kasus anak kami, kami hanya membayar 25 AUD atau Dolar Australi perhari, terangnya.

Ia menambahkan, untuk TK atau Kindy biasanya anak hanya masuk sekolah 5 kali persua Minggu. Jam masuk berbeda dengan Childcare. Setelah lulus Kindy diusia 5 tahun, anak akan masuk sekolah SD atau Primary School diawal dengan kelas pre (preparation) lalu lanjut hingga 6 tahun, diusia 12 tahun.

Lahan Sekolah Luas, Tidak ada Pedagang Keliling di Sekolah Anak

Foto dalam sekolah anak, di play house parent and Childcare (lahan seluas 4000 M2) di lokasi University Of Queensland, St.Lucia Campus.

Tidak seperti di Indonesia, sekolah-sekolah anak di Australia tidak ada satupun pedagang keliling yang menjajakan dagangannya ke sekolah. Diakui oleh Fitri, bahwa di Australia, termasuk di Queensland, masyarakatnya tidak ada yang bekerja disektor informal.

“Australia termasuk negara post-industry. Sebagian besar masyarakatnya tidak ada yang bekerja di sektor informal. Semisal pedagang kecil, pedagang kali lima dan seterusnya. Berbeda dengan Indonesia yang masyarakatnya masih banyak bekerja disektor informal. Di Australia mayoritas masyarakatnya bekerja di sektor formal dan terdaftar dalam sistem,” terang Fitri.

Soal dampak ekonomi akibat covid-19, Australia juga terdampak. Kemarin, lanjutnya, sebagian besar pekerja sektor pariwisata, hiburan dan jasa dan lain-lain juga terkena imbas. Banyak karenaya usaha mereka juga ditutup.

“Namun karena sistem jaringan sosialnya kuat dan pemerintahnya memberikan tunjangan penghasilan kepada pencari kerja dan bagi warga negara dan penduduk tetap yang kehilangan pekerjaan. Tunjangan juga diberikan kepada pengusaha kecil yang mempertahankan pekerjaannya,” tutur Fitri.

Soal luasan sekolah anak, negara bagian Queensland ada beberapa peraturan ketat yang harus ditaati.

Ada peraturan perizinan lembaga, sekolah dan care centre, melingkupi izin gedung, luas bangunan, fasilitas, material bangunan, lahan, maksimal dan kapasitas.

Sedangkan untuk sekolah anaknya, Fitri menjelaskan ada beberapa fasilitas yaitu long day care (penitipan anak, an early learning program (PAUD) before school care (penitipan anak pagi hari sebelum masuk SD) after school care (penitipan anak sore sesudah SD) school holiday/cavation care (penitipan anak ketika masa liburan sekolah) dalam blue print sekolah play housenya kanzie, anaknya Fitri disebutkan lokasi lahan seluas 4000 – 4,500 M2. (mnr).