H. Mashur Dan Ahli Warisnya di dampingi LSM LKPK memasang Spanduk Pelarangan Penggunaan Sawah

Pasuruan,- Keluarga H. Mashur, Desa Pajaran, Kecamatan Rembang, Pasuruan kembali meramaikan sawahnya yang disengketakan oleh Kepala Desa Pajaran, Irhamul Ibad.

Dengan memasang spanduk bertuliskan “Tanah ini dalam pengawasan Lembaga Komunitas Pengawas Korupsi”

Pemasang spanduk tersebut dilakukan oleh keluarga H. Mashur dan didampingi pengurus LKPK Kabupaten Pasuruan, pada jumat, 5 Juni kemarin sore pukul 16.30 .

Sengketa sawah yang telah berlangsung 3 tahun itu bermula ketika H. Wafi (almarhum) yang meminjam sawah saudaranya, H. Mashur dan kemudian menjualnya kepada Gus Muhib, tokoh masyarakat Desa Pajaran tanpa seizin H. Mashur. Seperti diketahui sawah tersebut dijual oleh almarhum H. Wafi dengan hanya menggunakan SPPT (Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang) tanpa menggunakan pethok D sebagai bukti kepemilikan tanah, dengan harga Rp 80 juta ketika itu.

Mengetahui sawah tersebut bermasalah, Gus Muhib yang merasa tertipu akhirnya menjual sawahnya tersebut kepada Watini, istri Kepala Desa Pajaran. Menurut penuturan Rido’i, anak H Mashur, sawah tersebut kemudian dibeli oleh Watini seharga Rp 30 juta.

Dari Watini inilah kemudian sawah H. Mashur dijual lagi ke warga Singosari Malang. Dan lagi lagi, penjualan sawah tersebut hanya menggunakan SPPT saja. Hanya saja, menurut penuturan Ridhoi, SPPT sawah tersebut telah berganti atas nama Watini.

Sengketa sawah yang berlangsung 3 tahun ini, menurut Rido’i telah dilaporkan oleh keluarga H. Mashur yang didampingi oleh LSM LKPK Pasuruan ke Polres Pasuruan dengan pasal penyerobotan tanah.

Menurut Rido’i, mereka yang selama ini menjual belikan sawah H. Mashur itu adalah salah, karena itu sawah dijual oleh H Wafi, saudara H. Mashur tanpa persetujuan H. Mashur sebagai ahli waris dari sawah tersebut.

“Menjual tanah atau sawah tanpa persetujuan hak waris maka jual beli tersebut bisa dibatalkan sesuai KUHP pasal 1365. Disamping jual beli sawah itu juga tidak kuat karena hanya menggunakan SPPT saja. Padahal SPPT bukanlah bukti kepemilikan hak (sawah atau tanah), jelas Rido’i.

Kasus sengketa tersebut telah dilaporkan oleh keluarga H. Mashur ke Polres Pasuruan pada 12 Maret 2020 kemarin dengan pasal penyerobotan.

“Ini kok sawahnya mau digarap, sedang sengketa sawah tersebut kasusnya masih ditangani Polres Pasuruan. Mestinya mereka sebelum mengelola sawah menunggu proses hukum di Polres itu selesai,” terang H. Mashur. (mnr).