Lebaran Di Tengah Pandemi Di Desa, Di Kecamatan Wonorejo Pasuruan
Pasuruan,- Tepat setelah melaksanakan sholat idul Fitri, beberapa jama’ah langsung berteriak “tidak usah salaman ya”. Saat itu juga para jama’ah sholat idul Fitri langsung berhamburan keluar masjid, tanpa harus bersalaman.
Ada seberkas keraguan yang dialami para jama’ah sholat idul Fitri, sehingga spontanitas mereka tidak bersalaman pasca melaksanakan sholat idul fitri.
Namun, selang beberapa menit kemudian, ketika para jama’ah sudah sampai rumah masing-masing, ternyata dilanjutkan bersalaman-salaman , sebagaimana lebaran seperti tahun-tahun sebelumnya. Peristiwa itu terjadi di Desa Coban Blimbing Wonorejo Pasuruan.
Dengan penuh kegembiraan mereka saling bersalaman, tanpa ragu, tanpa ada tendensi tidak menghiraukan himbauan pemerintah soal physical diatancing atau sosial distancing.
Tidak seperti di daerah zona merah pada umumnya, di desa-desa di Kecamatan Wonorejo hampir semua melaksanakan sholat idul Fitri seperti tahun-tahun sebelumnya.
M. Nur Yasin warga Desa Areng-Areng Sambisirah Kecamatan Wonorejo menuturkan, Kalau masjid di desanya justru semakin membludak dibanjiri jama’ah sholat idul Fitri dibanding tahun sebelumnya.
Menurutnya, itu disebabkan karena masjid di Pesantren KH. Mujib Imron, Pengasuh Pesantren Al Yasini yang juga Wakil Bupati Pasuruan, menutup jama’ah sholat idul Fitri untuk jamaah lain selain dari santri dan keluarga, untuk menerapkan protokol kesehatan, dengan menjaga jarak saat pelaksanaan sholat idul fitri.
Seperti diketahui, masjid umum Desa di dusun Areng-Areng Sambisirah berdekatan dengan masjid dan pesantren KH. Mujib Imron. Hanya berjarak beberapa meter saja.
Melaksanakan Tradasi Kenduri
Seperti pada tahun-tahun sebelumnya, tradisi Kenduri di desa-desa di Kecamatan Wonorejo, setelah melaksanakan sholat idul Fitri, adalah kebiasaan yang hampir pasti tidak bisa ditiadakan, meski ditengah pandemi Corona.
Wartawan media ini sempat mengikuti acara Kenduri masal itu dengan perasaan canggung, mengingat disana-sini lagi ramai-ramainya digaungkan dan digalakkan melaksanakan protokol kesehatan untuk mencegah penyebaran virus Corona.
Tanpa keraguan dan penuh kegembiraan warga masyarakat Desa Cobanblimbing itu melaksanakan tradisi kenduri masal dengan penuh hikmad.
Hampir 90 an warga yang memadati mushollah, hingga sampai duduk di halaman mushollah, secara hikmad dan penuh kegembiraan merayakan lebaran dengan melaksanakan tradisi Kenduri masal terlebih dahulu.
Seperti diketahui, Kecamatan Wonorejo adalah daerah zona hijau dari virus corona. Meski beberapa ritual keagamaan dilaksanakan dengan banyak jamaah, namun Alhamdulillah tidak ada warga masyarakat Wonorejo Pasuruan yang terjangkit virus Corona.
Menurut catatan media ini, keyakinan masyarakat Wonorejo bahwa virus corona tidak “menyerang” warga masyarakat yang lagi melaksanakan ibadah, bukanlah isapan jempol.
Berturut-turut mulai dari jamaah sholat terawih yang senantiasa ramai dipadati jama’ah, baik di masjid maupun mushollah, semakin membenarkan keyakinan mereka kalau virus Corona itu tidak mennyerang orang yang lagi beribadah, karena memang faktanya terbukti demikian.
Lebaran Tetaplah Lebaran
Demikian juga tradisi lebaran, silaturrahmi dan Unjung Unjung, hampir tidak ada perbedaan dengan lebaran seperti tahun tahun sebelumnya.
Pada saat itu wartawan media ini menduga, kalau perayaan idul Fitri, meski di desa akan sepi karena gaung himbauan supaya melaksanakan protokol kesehatan yang salah satunya adalah physical & sosial distancing.
Namun dugaan media ini salah. Tepat setelah melaksanakan sholat idul Fitri dan melaksanakan tradisi Kenduri masal, sambil menunggu situasi selanjutnya, ternyata beberapa jam kemudian datang tamu Sanak saudara datang dengan jumlah yang berjubel, meramaikan suasana lebaran dengan penuh kegembiraan.
Ramainya tradisi Unjung-Unjung di desa-desa di Kecamatan Wonorejo itu, gaungnya hingga sampai 7 hari di Bulan syawal. Setiap hari dijalan-jalan ramai orang berkendara yang sedang melaksanakan tradisi unjung-unjung itu.
Di Desa, Himbauan Sering Cuci Tangan Pakai Sabun Dengan Air Yang Mengalir Bukanlah Persoalan Mudah.
Seperti kebiasaan unjung-unjung yang telah lama berlangsung, dibeberapa keluarga yang ketepatan punya sedikit rejeki, selalu memberikan jamuan makan-makan kepada tamu Sanak saudara yang ketepatan rumahnya agak berjauhan.
Namun soal tempat mencuci tangan, juga tidak membedakan saat sebelum ramainya pandemi corona ini atau tidak.
Bagi yang sudah punya kran air yang terletak di depan rumah, kran itu sudah otomatis dipakai untuk cuci tangan, mentaati himbauan pemerintah melaksanakan protokol kesehatan dengan sesering mungkin cuci tangan.
Namun bagi warga masyarakat yang tidak punya kran didepan rumah, ya tetap tidak diadakan pengadaan tempat cuci tangan di depan rumah tersebut.
Bahkan menurut pantauan media ini, hingga ditempat fasilitas umum seperti masjid atau mushollah, pemerintah desa tidak menyediakan tempat untuk mencuci tangan yang diletkkan di depan atau halaman masjid atau mushollah. Seperti yang terjadi di Desa Coban Blimbing dan banyak desa di Kecamatan Wonorejo
Bagi yang tidak punya kran air di depan rumah atau tempat cuci tangan, ketika menjamu makan-makan untuk tamu Sanak saudaranya ketika lebaran di tengah pandemi Corona ini, ya cukup diberikan ember plastik untuk mencuci tangan yang digunakan secara “beramai-ramai”.
Seperti yang dialami oleh Kang Mad, warga Desa Karangjati Anyar Kecamatan Wonorejo ketika menjamu makan-makan untuk sanak saudaranya. (mnr).
Tinggalkan Balasan