Achyadi, petani lele sedang menunjukkan ikan lelenya yang siap panen, tetapi tidak ada pembeli, terdampak corona

Pasuruan,- “Kita ini usaha yang ada nyawanya. Berbeda dengan usaha warung. Kalau disuruh berhenti, ya ia tidak dapat pemasukan gitu aja. Lah kita ini petani lele. Ikan lele itu ada nyawanya. Tidak mungkin ikan-ikan itu kita biarkan. Maka ketika kondisi seperti ini, saya harus menanggung kerugian untuk biaya pakan, karena ikan lele itu tiap hari harus diberi pakan. Satu harinya sampai Rp 500 ribu,” terang Achyadi, Petani Lele di Desa Oro Oro Ombo Kulon, Kecamatan, Rembang, Kabupaten Pasuruan.

Nasib kurang mujur barangkali dialami oleh Achyadi, petani ikan lele di Desa Oro Oro Ombo, Kecamatan Rembang, Kabupaten Pasuruan. Akibat terdampak Corona ini, usaha budidaya lele yang biasanya laris manis terjual akhirnya tersendat karena tidak ada pembeli yang mau menerima ikan lelenya. Usaha budidaya lele Achyadi tersendat sejak awal Maret kemarin. Dan yang demikian itu, terang Yadi, panggilan akrab Achyadi, juga dialami semua teman temanya sesama petani lele.

“Bahkan sebagian ada yang gulung tikar. Sebagian ada yang bertahan, tetapi nasibnya ya sama seperti saya,” terang Yadi, petani lele yang memulai usahanya sejak tahun 2014 silam.

Dalam kondisi normal, Yadi bisa menjual ikan lelenya mulai Pasar Porong Sidoarjo, konsumsi pabrik di Pasuruan untuk diekspor, hingga ke Malang.

Di dalam kolamnya yang biasanya bisa diisi ikan lele kurang lebih 8 ton itu, Yadi membagi tiga petak bagian. Bagian pertama diisi ikan lele yang ukuran standar. Bagian kedua diisi ika lele yang sudah agak besar. Bagian ketiga diamisi ikan lele yang satu ekor bobotnya mencapai tiga kg lebih.

Yadi, yang juga mantan aktifis PMII Pasuruan ini menuturkan, untuk ikan lele yang ukuran besar, per satu ekornya mencapai 4 – 5 kg, ia menjualnya dengan harga spesial. Satu ekornya dijual Rp 20 ribu per kgnya.

“Untuk yang ukuran besar itu, dihari yang normal, pendapatannya sangat lumayan. Lele master itu biasanya kita jual untuk konsumsi kolam pancing. Terbanyak pembelinya dari Sidoarjo, untuk usaha kolam pancing itu. Beberapa pembeli juga dari Malang. Sejak awal Maret kemarin ikan-ikan ini macet penjualannya. Karena kolam-kolam pancing di Sidoarjo sekarang diobrak. Apalagi sekarang di Sidoarjo ada PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar),” terang Yadi.

Sedangkan ikan lele konsumsi, yang rata-rata ukuran satu kgnya antara 9 – 10 ekor, biasanya dijual oleh Yadi ke Pasar Porong, kini juga sudah tidak ada pembelinya. “Sejak awal Maret kemarin, semuanya macet,” terang Yadi.

Pasar lele konsumsi biasanya oleh Yadi dijual di Semare, Pasuruan, untuk konsumsi ikan lele bakar. Juga dijual ke pabrik di Pasuruan untuk diekspor keluar negeri. “Kini semuanya juga macet,” terangnya melanjutkan.

Hanya kemarin, lanjut Yadi, dua hari sebelum puasa itu ikan lelenya dibeli oleh “juragannya” , namun hanya 3 ton saja. Sisanya kira kira 5 ton, Yadi masih belum bisa menjualnya.

“Ya kemarin itu sempat diambil oleh juragan. Itupun dihitung untuk gantinya pakan. Jadi kita itu kan ngebon pakan sebanyak 1.147 sak. Satu sak pakan harganya Rp 75.000. jadi pakan yang kita bon itu uangnya sekitar Rp 80 juta. Saya pikir waktu itu semua ikan lelenya diambil semua oleh juragan. Ternyata hanya 3 ton saja. Itu dipakai menukar pakan yang kita bon kejuragan itu,” terang Yadi.

Yadi berdoa kondisi seperti ini tidak berlarut-larut. Tidak berlangsung lama.Dengan diberitakan dimedia ini, Yadi berharap Pemerintah Daerah mengetahui problem petani lele sekarang yang lagi kelimpungan.

Foto ikan lele yang muncul ketika diberi pakan. Jumlahnya ribuan. Siap panen. Namun kini tidak bisa dijual karena terdampak corona

“Saya tidak tahu pemerintah harus melakukan tindakan apa melihat kondisi petani lele saat ini. Ya pokoknya pemerintah biar tahu saja,” terang Yadi penuh harap. (mnr).